Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kata dan Tindakan Pemimpin Athena

Dalam praktik demokrasi polis (kota) Athena 2500 tahun lalu, paling tidak dua pemimpin nyata mudah diikuti warga: Solon (m. 560 SM) dan Perikles (m. 429 SM).

Apa yang diucapkan dan dilakukan dua pemimpin itu betul-betul sesuai. Sikap dan petuah tidak berselisih.

Para warga kota mudah mengerti dan mengikuti. Ada beberapa pemimpin Athena memang pandai berkata-kata seperti Hiperbolus dan Cleophon. Mereka pandai merangkai kata yang memancing emosi massa. Perang mudah terkobar. Kebencian mudah tersulut.

Solon membuat agenda reformasi di Athena, mengurangi jurang pemisah antara elite dan warga biasa. Aristokrat banyak memegang kuasa uang dan politik, sementara warga biasa bekerja keras menggarap tanah.

Hutang-hutang warga pada aristocrat bisa dimainkan dengan pilihan-pilihan politik. Warga dikucuri dana sesaat untuk mengikuti keinginan elite.

Elite menginginkan popularitas dengan menabuh genderang konflik. Solon menangkap itu dengan undang-undang pembebasan hutang bagi warga akar rumput.

Solon tidak mengambil apapun dari reformasi yang dia perjuangkan. Bahkan setelah menjadi archon (wali kota) dia pergi meninggalkan Athena untuk berkelana. Dia tidak ingin mengambil upah berupa keberlanjutan kuasa dan keabadian.

Dia ikhlas dengan pengorbanannya dan pergi dengan ringan tanpa beban. Itu adalah kesesuaian antara kata, sikap, dan tindakan nyata.

Sementara Perikles adalah seorang strategos (jendral perang). Setelah menjadi pemimpin Athena, Perikles banyak memberi dukungan pengembangan pendidikan bagi warga, pelindung sastra, seni, dan pembangunan Akropolis, termasuk Parthenon.

Tiang-tiang tempat berkumpul (agora) dan ibadah masih bertahan dan dipelihara hingga kini.

Dalam perang Pelopponesia, Athena dalam posisi dikepung Sparta. Kekuatan Athena terletak pada diplomasi dan hubungan negara-negara tetangga. Hubungan jarak jauh akhirnya membuat angkatan laut Athena di atas angin.

Sementara Sparta adalah kota yang diperintah dengan sistem militer ketat. Warga negara diwajibkan menjadi tentara profesional.

Kekuatan mental dan fisik membuat mereka menjadi prajurit tangguh tak tertandingi. Sparta unggul di darat. Athena terkepung di dalam tembok kota.

Sementara itu, wabah penyakit mematikan melemahkan pertahanan kota. Wabah mematikan banyak warga, akhirnya termasuk keluarga Perikles.

Dalam upacara pemakaman para pahlawan yang gugur, Perikles memberi sambutan duka di depan warga. Katanya:

“Sistem pemerintahan kita tidak meniru kota lain, tetapi justru menjadi teladan bagi yang lain. Betul sistem kita disebut demokrasi, karena kekuasaan di tangan warga banyak, tidak di tangan segelintir saja.”

Ini merupakan petikan dari pidato yang memberi inspirasi bagi pemimpin Amerika dan negara-negara dunia. Kekuasaan tidak di tangah orang sedikit, tetapi pada warga khalayak. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pidato Perikles itu dicatat oleh sejarahwan Thukikides (m. 395 SM). Uniknya, Thukikides termasuk orang yang kritis terhadap praktik sistem demokrasi.

Menurut dia, demokrasi meletakkan suara warga banyak yang belum tentu bisa berpikir secara sehat dan baik. Massa tidak rasional. Massa mudah dipengaruhi.

Seperti dalam nahkoda kapal, lebih baik diserahkan kepada orang yang berpengalaman dalam menyetir kapal dan biasa melaut daripada orang yang disukai oleh para penumpang.

Kritik semacam itu juga bisa dijumpai dalam pandangan Plato dan juga Aristoteles. Orang yang mampu belum tentu elektabilitasnya tinggi.

Ini kritik awal dari populisme, mengutamakan penampilan dan retorika sesaat dalam memengaruhi suara untuk pemenangan pemilihan.

Pidato Perikles yang menarik adalah selanjutnya, yang umum dikutip dalam banyak kesempatan karena relevansinya.

“Jika kita lihat hukum, itu menjamin kesetaraan semua terlepas dari perbedaan-perbedaan dalam wilayah pribadi; dalam hal kedudukan sosial, kehidupan publik diukur dari reputasi kapasitas orang; perbedaan kelas tidak menghalangi kepantasan (merit); kemiskinan tidak menghalangi jalan, jika seseorang bisa menjadi abdi negara, dia tidak akan terhalangi oleh ketidakjelasan asal muasalnya.”

Baik Solon maupun Perikles diikuti dan ditaati sebagai pemimpin warga Athena karena kata dan tindakan tidak berselisih. Keduanya tidak mengambil keuntungan pribadi maupun orang-orang terdekatnya.

Solon meninggalkan kota Athena setelah dia menjadi wali kota, sementara Perikles wafat di tengah wabah yang menyerang Athena dalam kondisi terkepung pasukan Sparta. Demokrasi Athena jatuh karena kekuatan militer Sparta.

Dua ribu tahun dilupakan manusia. Setelah perang dunia dua, baru negara-negara dunia menyatakan demokrasi adalah sistem terbaik yang bisa dikembangkan.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/05/090000679/kata-dan-tindakan-pemimpin-athena

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke