Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prasasti Luitan, Bukti Korupsi Petugas Pajak

Kompas.com - 28/10/2023, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Prasasti Luitan adalah prasasti tembaga peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.

Prasasti ini dibuat pada tahun 823 Saka atau 901 Masehi, ketika Mataram Kuno diperintah oleh Dyah Balitung (899-911).

Prasasti Luitan menceritakan tentang korupsi yang dilakukan oleh petugas pajak di era Mataram Kuno.

Baca juga: Prasasti Tri Tepusan, Berkaitan dengan Asal-usul Candi Borobudur?

Isi Prasasti Luitan

Prasasti Luitan ditemukan di Cilacap, Jawa Tengah, pada 1976.

Isi prasasti ini terdiri dari 13 baris yang ditulis menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.

Melansir laman Kemdikbud, berikut ini terjemahan isi Prasasti Luitan dalam Bahasa Indonesia.

  1. Selamat tahun Saka yang telah lalu tahun 823 bulan Caitra tanggal 10 vagian bulan gelap hari Uwas (sadwara) Kaliwon (pancawara) Kamis (saptawara) Sathabisa (naksatra) Indra (yoga), ketika penduduk Desa Luitan wilayah Kapung menghadap
  2. Rakkryan Mapatih Hino mengutarakan tentang masalah tanah miliknya tidak mampu membayar pajak sebab karena sempitnya yang dianggap setiap tampahnya (ukurannya). Diperintah agar diukur (lagi) oleh Rakkryan Mapatih
  3. dan Rakkryan Pagarwsi. Yang diperintah mengukur adalah sang Wahuta Hyang Kudur ditemani Rakkryan i Pagarwsi. Ukuran tampah untuk sawahnya mengecil,
  4. tidak mencupi satu setengah setiap tampahnya dan tidak mampu mempunyai katik enam orang, perkiraan ukuran sawah hanya 1 lamwit 7 tampah dan mempunyai katik empat orang
  5. Setelah selesai diukur rama memberi pisungsung kepada Rakryan Mapatih i Hino pu Daksa Bahubajrapratipaksaksaya, rake Pagarwsi pu Wira, rake Sirikan pu Wariga, rake
  6. Wka pu Kutak, samgat Tiruan pu Siwatra, semua diberi mas 1 suwarna setiap orang. Smgat Wadihati pu Dapit diberi mas 8 masa. Anginangin pu Parigi dan san
  7. Babahan diberi mas 8 masa setiap orang. Sang tuhan Ayan teas dari Mirah-mirah pu Rayung, mangrangkrapi halaran sang Dhanada menerima mas 4 masa setiap orang. Makudur
  8. Sang Tgangrat diberi pisungsung mas 4 masa. Sang Wahuta hyang semuanya diberi mas 4 masa. Samgat mawanua pu Kusala penduduk Desa Katanggaran wilayah Katanggaran
  9. Diberi pisungsung mas 9 suwarna 8 masa. Tuhan ni kanayakan di Desa Kapung sang Mahantara, tuhan ni lampuran sang Karana, tuhan ni? wdua rarai sang Tamuy, tuhan ni manrakat
  10. sang Lage, manunggu sang Dhanaki, semua diberi mas 4 masa setiap orang. Wahuta di Kapung si Kelsa dan si Gupai diberi pisungsung mas 8 masa setiap orang
  11. Tetua desa di Luitan pada waktu itu mendapat prassti adalah si Bahud ayah Kadal, si gupta ayah Posti, winkas si Prabha ayah Buddhyanta, parujar si Tguh ayah
  12. Codhya, wariga si Bes ayah Wahu, rama yang sudah purna tugas si Kambang ayah Radha, si Mitra ayah Rumpun, si Wara ayah Lemeh, si Makara ayah Taraju, si Punjang ayah Saban, yang menulis
  13. Prssti penulis dari Tiruan adalah Sumangka dan Panawungan keduanya diberi pisungsung mas 4 mas.

Baca juga: Prasasti Manjusrigrha, Menceritakan Penyempurnaan Candi Sewu

Pada intinya, Prasasti Luitan berisi tentang korupsi yang dilakukan petugas pajak dengan cara memanipulasi pengukuran sawah.

Penduduk Desa Luitan yang termasuk wilayah Kapung, menghadap Rakryan Mapatih i Hino.

Mereka mengaku tidak sanggup membayar pajak sebanyak yang telah ditentukan.

Mereka protes karena merasa tanahnya diukur dengan satuan tampah yang lebih kecil daripada satuan tampah standar.

Konsekuensi dari hal itu, pajak tanah yang harus mereka bayarkan menjadi lebih besar daripada seharusnya.

Menurut pengukuran pejabat pajak, luas tanahnya 40,5 tampah (ukuran tanah pada masa itu yang setara 6.750-7.680 meter persegi).

Karena setiap tampah dikenakan pajak 6 dharana ( 1 dharana setara 2,5 gram perak), petani harus membayar 243 dharana.

Baca juga: Prasasti Rumwiga I, Berisi Permohonan Pengurangan Pajak

Mereka memohon kepada Rakryan Mapatih i Hino dan Rakryan i Pagerwesi untuk memerintahkan mengukur kembali sawah-sawah mereka, dengan satuan tampah yang benar.

Permohonan mereka dikabulkan, dan terbukti bahwa tampah yang digunakan dulu hanya 2/3 satuan tampah standar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com