Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Pengarang Bumi Manusia

Kompas.com - 15/08/2023, 11:18 WIB
Tri Indriawati

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sastrawan Indonesia yang menjadi musuh Orde Baru. 

Pramoedya Ananta Toer banyak menjalani hidup dalam pengasingan selama pemerintahan Orde Baru. 

Karya-karyanya pun sempat dilarang terbit hingga dibakar karena dianggap bermuatan komunisme.

Beberapa karya Pramoedya Ananta Toer yang terkenal adalah Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca), Gadis Pantai, dan Cerita dari Blora.

Baca juga: Pramoedya Ananta Toer dan Jejak Peristiwa G30S

Berikut ini biografi Pramoedya Ananta Toer.

Kehidupan awal

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora pada 6 Februari 1925 dengan nama lengkap Pramoedya Ananta Mastoer.

Sastrawan yang akrab disapa Pram itu, merupakan anak sulung dari delapan bersaudara dari pasangan Mastoer dan Oemi Saidah.

Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya seorang pedagang nasi.

Pram sengaja menghilangkan awalan Jawa “Mas” pada nama belakangnya karena merasa terlalu terkesan aristokratik. 

Pramoedya Ananta Toer menempuh pendidikan di sekolah dasar Institut Boedi Oetomo di Blora.

Saat di sekolah dasar, Pram pernah tidak naik kelas sebanyak tiga kali. Hal ini membuat ayahnya yang merupakan kepala sekolah, merasa sangat malu. Ia juga dianggap sebagai anak bodoh.

Bahkan, setelah Pram lulus, sang ayah tidak mau mendaftarkannya ke jenjang sekolah berikutnya.

Untungnya, sang ibu bersedia membiayai dan menyekolahkan Pram di Radio Vackschool (sekolah telegraf).

Pram sebenarnya lulus dari sekolah telegraf, tetapi ia tidak sempat mendapat sertifikat kelulusan karena bertepatan dengan kedatangan Jepang ke Indonesia.

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia yang pernah dipenjara di Pulau Buru, namun tetap produktif dalam berkarya.KOMPAS/SINDHUNATA Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia yang pernah dipenjara di Pulau Buru, namun tetap produktif dalam berkarya.

Saat Pram berusia 17 tahun, sang ibu meninggal, yang kemudian disusul oleh adiknya yang masih berusia tujuh bulan bernama Soesanti.

Kemudian, ia harus menjadi tulang punggung keluarga karena sang ayah hobi berjudi.

Pada Mei 1942, Pram memutuskan hijrah ke Jakarta dengan membawa semua adiknya. Ia bekerja di Kantor Berita Domei untuk menafkahi dirinya dan adik-adiknya.

Sembari bekerja, Pram meneruskan pendidikan di Taman Dewasa/Taman Siswa (1942-1943) dan mengikuti kursus di sekolah Stenografi (1944-1945), agar bisa menjadi juru ketik cepat dan menjadi stenograf.

Pada 1945, Pram kemudian menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam untuk jurusan filsafat, sosiologi, dan sejarah.

Hidup penuh perjuangan di masa muda inilah yang kemungkinan membentuk Pram menjadi seorang sastrawan yang peka terhadap kepedihan dan kesengsaraan rakyat kecil.

Terjun dalam dunia sastra

Pramoedya Ananta Toer mengawali karier sebagai penulis setelah kelar dari Kantor Berita Domei pada 1945. Ia kemudian pergi menjelajahi Pulau Jawa. 

Setelah itu, Pram bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 1946.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com