Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Kompas.com - 07/03/2022, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah Sultan Yogyakarta kesembilan yang berperan besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Pasalnya, ia memiliki peran dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan integrasi bangsa.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengeluarkan maklumat 5 September 1945 dan membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah di Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia yang pernah menempati jabatan penting di pemerintahan.

Seperti contohnya, ia merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama setelah kemerdekaan, Wakil Presiden Indonesia kedua periode 1973-1978, dan menjabat sebagai menteri negara selama beberapa periode.

Baca juga: Amanat 5 September 1945: Bergabungnya Yogyakarta dengan NKRI

Masa kecil

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir di Ngasem, Yogyakarta, pada 12 April 1912 dengan nama asli Gusti Raden Mas Dorodjatun.

Ia merupakan putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.

Ketika baru berusia dua tahun, Dorodjatun menyandang status sebagai Putra Mahkota Yogyakarta. Kemudian, di usia empat tahun, ia telah dididik untuk tinggal terpisah dari keraton.

Dorodjatun tinggal bersama keluarga Belanda, Mulder, yang menjabat sebagai kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School di daerah Gondokusuman.

Selama tinggal bersama keluarga Mulder, Dorodjatun dipanggil dengan nama Henkie, yang diambil dari nama Pangeran Belanda, Hendrik.

Nama Henkie terus melekat padanya sampai ia sekolah dan kuliah di Belanda.

Baca juga: Hoogere Burgerschool (HBS), Sekolah Menengah Umum Hindia Belanda

Pendidikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Dorodjatun menempuh pendidikan pertamanya di taman kanak-kanak Frobel School dan Eerste Europeesche Lagere School B.

Setahun setelahnya, ia pindah ke kediaman keluarga Cock dan sekolah di Neutrale Europeesche Lagere School.

Setelah lulus pada 1925, Dorodjatun melanjutkan ke sekolah menengah Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang.

Sewaktu sekolah di HBS, ia tinggal bersama keluarga sipir penjara Semarang, Voskuil. Namun karena merasa tidak cocok dengan lingkungannya, ia pindah ke HBS Bandung pada 1928.

Di Bandung, Dorodjatun tinggal bersama tentara militer Belanda, Letkol De Boer. Namun, sebelum pendidikannya selesai, ia diminta oleh sang ayah untuk belajar ke Belanda.

Ia pun berangkat pada Maret 1930 dengan didampingi oleh keluarga Hofland, seorang direktur pabrik gula.

Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono I, Pendiri Kesultanan Yogyakarta

Sesampainya di Belanda, Dorodjatun sekolah di dua lembaga yang berbeda, yakni HBS B dan Stedelijk Gymnasium.

Setelah lulus pada 1934, ia pindah ke Leiden dan masuk ke Universitas Leiden mengambil studi Indologi, yakni studi tentang administrasi kolonial, etnologi, dan kesusastraan di Hindia Belanda.

Belum sempat menyelesaikan tugas akhirnya, Dorodjatun dipanggil untuk kembali ke Indonesia pada 1939.

Menjadi Sultan Yogyakarta

Sesampainya di Batavia pada Oktober 1939, Dorodjatun dijemput oleh keluarganya di Pelabuhan Tanjung Priok.

Ia menginap di Hotel Des Indes karena dijadwalkan menghadiri acara makan malam di Istana Gubernur Jenderal Hindia Belanda bersama keluarganya.

Baca juga: Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono II

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com