KOMPAS.com - Pramuka adalah organisasi pendidikan nonformal yang mengajarkan tentang ilmu kepanduan atau kepramukaan di Indonesia.
Maksud dari kepanduan ialah gerakan perkumpulan pemuda yang berpakaian khusus dan bertujuan untuk mendidik anggotanya supaya memiliki jiwa ksatria, gagah berani, dan suka menolong sesama.
Kata Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, memiliki arti pasukan terdepan. Istilah ini dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Berikut ini sejarah kemunculan dan perkembangan Pramuka di Indonesia sampai saat ini.
Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Bapak Pramuka Indonesia
Awal terbentuknya organisasi Pramuka di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi milik Belanda bernama Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung pada 1912.
Empat tahun kemudian, Mangkunegara VII membentuk organisasi kepanduan pertama yang bernama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO).
Terbentuknya JPO ternyata memicu munculnya gerakan nasional lain yang sejenis, seperti Hizbul Wahton (HM) pada 1918, Jong Java Padvinderij (1923), dan Nationale Padvinders.
Melihat fenomena tersebut, Belanda mulai melarang keberadaan organisasi kepanduan di luar miliknya yang memakai istilah Padvinder.
Oleh sebab itu, KH Agus Salim secara resmi memperkenalkan istilah Pandu atau Kepanduan untuk organisasi kepramukaan milik Indonesia.
Pada 23 Mei 1928, muncul organisasi bernama Persaudaraan Antar Pandu Indonesia (PAPI), yang beranggotakan organisasi-organisasi kepramukaan Indonesia.
Antara tahun 1928-1935, gerakan kepanduan Indonesia semakin banyak bermunculan, seperti Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, Sinar Pandu Kita, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.
Untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) mengadakan kegiatan Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem (PERKINO), yang dilaksanakan antara 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono I, Pendiri Kesultanan Yogyakarta
Setelah Jepang menduduki Indonesia, segala partai, organisasi, termasuk gerakan kepanduan dilarang berdiri.
Namun, upaya penyelenggaraan PERKINO II tetap akan dilaksanakan. Salah satu alasan gerakan kepanduan dilarang oleh Jepang adalah, organisasi ini sangat menjunjung tinggi nilai persatuan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta. Mereka kemudian mengadakan kongres pada 27-29 Desember 1945 di Surakarta.