KOMPAS.com - Konferensi Malino adalah konferensi yang berlangsung sejak tanggal 15 Juli hingga 25 Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan.
Tujuan Konferensi Malino adalah untuk membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia, serta rencana pembentukan negara yang meliputi darerah Indonesia bagian Timur.
Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan dan Timur Besar.
Baca juga: Negara Indonesia Timur (RIS)
Pasca-kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, perang kemerdekaan antara Indonesia dan Belanda pecah.
Belanda masih berupaya untuk mendapatkan kembali kendali atas koloni mereka.
Kemudian, setelah Jepang menyerah dan pendudukan Jepand berakhir di Indonesia, bagian Timur Indonesia diduduki oleh Australia.
Namun, pada 15 Juli 1946, Australia kembali menyerahkan wilayah Indonesia Timur kepada Belanda.
Dengan demikian, pemerintah Belanda mendapat kembali wilayah Indonesia Timur secara de jure dan de facto.
Setelah penyerahan ini berlangsung, pemerintah Belanda, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook menyimpulkan bahwa tidak mungkin untuk kembali ke status quo.
Van Mook pun mengusulkan pembentukan persemakmuran Indonesia yang terkait dengan mahkota Belanda.
Usulannya ini disetujui oleh Menteri Urusan Kolonial Belanda Johann Logemann dan diumumkan pada 10 Februari.
Bulan Maret, terjadi negosiasi antara van Mook dengan Perdana Menteri Indonesia Sutan Sjahrir yang menghasilkan pengakuan kontrol de facto atas Jawa, Madura dan Sumatera, serta kedaulatan Belanda atas seluruh Indonesia.
Van Mook kemudian menjalin hubungan dengan para pemimpin Indonesia di luar Jawa, khususnya di Jawa Barat dan Indonesia Timur.
Setelah itu, ia memutuskan untuk melanjutkan upaya mendirikan Indonesia federal dengan mengadakan konferensi di Malino yang kemudian disebut Konferensi Malino.
Baca juga: Terbentuknya Republik Indonesia Serikat
Pada April 1946, van Mook mulai mendekati beberapa calon delegasi.