Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Akar Laka Bukan Sembarang Akar

Kompas.com - 05/09/2023, 18:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Tika Dewi Atikah

TAHUKAH Anda apa itu akar laka? Akar laka atau kayu laka memiliki nama ilmiah Dalbergia parviflora.

Tanaman jenis ini memang tidak sepopuler sonokeling (Dalbergia latifolia), meskipun mereka berasal dari kelompok Marga dan Famili (Fabaceae) yang sama. Akar laka menjadi lebih terkenal sejak masuk ke dalam Apendiks II CITES pada tahun 2017.

Baca juga: Bagaimana Akar Pertama Muncul di Bumi? Fosil Ini Beri Petunjuk

Akar laka merupakan jenis tumbuhan merambat/liana yang memiliki batang berduri, dengan ketinggian 30 m, biasanya hidup di pinggir sungai atau dataran rendah yang lembap.

Di Indonesia, akar laka dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tasbih, campuran dupa, stik dupa dan kadang sebagai obat.

Sebuah studi menyebutkan bahwa di Thailand kayu teras akar laka digunakan sebagai tonik penambah darah, menormalkan menstruasi, sebagai ekspektoran, dan kardiotonik. Sedangkan, Minyak dari kayunya digunakan untuk menyembuhkan luka kronis dan antipiretik.

Secara ekologi, tumbuhan dari kelompok Fabaceae terkenal memiliki kemampuan sebagai penambat nitrogen dari atmosfer yang akan menambah kesuburan tanah.

Akar laka hidup di pinggir-pinggir sungai sehingga dapat menjaga kualitas air sungai, mencegah erosi tepi sungai, meningkatkan stabilitas bentang alam dan dapat dijadikan sebagai pagar alami seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah.

Mereka menjadikan akar laka sebagai pagar alami untuk menghalau monyet agar tidak dapat masuk ke kebun.

Saat ini, Indonesia menjadi menjadi satu-satunya pemasok akar laka dunia yang berasal dari alam.

Berdasarkan data dari CITES tradedatabase tahun 2020-2021 Indonesia berhasil ekspor sekitar 214.555 kg akar laka dengan tujuan Cina dan Arab.

Baca juga: Untuk Jadi Obat Kanker, Akar Bajakah Harus Melewati Fase-fase Ini

Tegakan akar laka hidup (Dalbergia parviflora)BRIN/Tika Dewi Atikah Tegakan akar laka hidup (Dalbergia parviflora)

Berdasarkan data penelitian di Kalimantan Tengah, masyarakat mengumpulkan akar laka dari kayu mati yang berwarna coklat yang kemudian dijual ke pengumpul dengan harga bervariasi tergantung dari diamaternya.

Makin besar diameter maka makin mahal harganya. Hal ini tentu saja memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat pencari atau pengumpul dan memberikan kontribusi bagi devisa negara.

Tentu saja, pemanfaatan ini harus didasari oleh informasi mengenai potensi populasi jenis ini di alam menjadi sangat penting agar pemanfaatannya berkelanjutan dan tidak mengganggu fungsi jenis tersebut di alam.

Manajemen pemanenan, peredaran juga menjadi tidak kalah penting sebagai sarana untuk ketertelusuran asal usul barang. Pemanfaatan yang terus menerus harus diimbangi dengan usaha konservasi melalui budidaya yang sayangnya sampai saat ini belum dilakukan.

Tika Dewi Atikah
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com