Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru Ungkap Batu Terpanas di Bumi Bersuhu 2.370 Derajat Celsius

Kompas.com - 19/04/2022, 20:05 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan melakukan studi ulang dari batu yang ditemukan pada 2011 yang lalu. Batu berukuran sekepalan tangan dan berwarna hitam kaca itu disebut sebagai batu terpanas yang pernah tercatat di Bumi.

Temuan tersebut kemudian menunjukkan bahwa batu terbentuk pada suhu mencapai 2.370 derajat celsius atau lebih panas dari mantel Bumi. Namun, benarkah demikian?

Untuk mengetahuinya, peneliti pun kembali menganalisis kandungan mineral dari batu tersebut. Dari analisis itu, peneliti berhasil mengonfirmasi bahwa batu tersebut memang memiliki suhu panas yang benar-benar membakar.

Baca juga: Ratusan Ribu Batuan Meteorit Terkubur di Antartika, Studi Jelaskan

Seperti dikutip dari Science Alert, Selasa (19/4/2022) batuan tersebut menurut peneliti meleleh dan terbentuk kembali dalam tumbukan meteorit sekitar 36 juta tahun yang lalu di tempat yang sekarang merupakan wilayah Labrador, Kanada.

Tumbukan itu kemudian membentuk kawah yang disebut kawah Mistastin dengan lebar 28 kilometer.

Michael Zanetti, yang saat itu merupakan mahasiswa doktoral di Washington University St. Louis kemudian mengambil batu kaca selama melakukan studi di tempat tersebut.

Penemuan kebetulan itu kemudian menemukan bahwa batu mengandung zirkon, mineral yang sangat tahan lama yang mengkristal di bawah panas tinggi. Struktur zirkon ini dapat menunjukkan pula seberapa panas batu saat terbentuk.

Dalam studi terbaru, peneliti pun kembali meneliti kandungan zirkon untuk memberikan pandangan yang lebih komprehensif tentang bagaimana dampak tumbukan meteorit dapat memanaskan tanah.

Hasilnya peneliti menemukan bahwa batu terbentuk setidaknya dalam suhu 2.370 derajat celsius, seperti ditunjukkan pada penelitian sebelumnya di tahun 2017.

Peneliti menemukan pula batuan sedimen yang mengandung kaca telah dipanaskan hingga 1.673 derajat celsius. Rentang suhu itu akan membantu peneliti mempersempit tempat untuk mencari batuan paling panas di wilayah lain.

"Kami mulai menyadari jika kami ingin menemukan bukti suhu setinggi itu, kami perlu melihat wilayah tertentu daripada memilih secara acak," kata penulis utama Gavin Tolometti, yang merupakan peneliti postdoctoral di Western University di Kanada.

Baca juga: Misteri Penemuan Guci Batu Raksasa di India, Berisi Sisa Kremasi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com