Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2022, 11:32 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Hujan es merupakan fenomena cuaca yang sebenarnya umum terjadi.

Bahkan, di negara tropis seperti Indonesia, fenomena hujan es pun kerap terjadi.

Fenomena hujan es ini terkadang disertai kilat atau petir dan angin kencang yang berdurasi singkat. 

Penyebab hujan es

Ahli klimatologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Emilya Nurjani, menjelaskan bahwa hujan es, yang juga disebut hail, adalah hasil dari pembentukan awan cumulonimbus yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air. 

Awan tersebut tumbuh di ketinggian sekitar 450 mdpl hingga bisa mencapai 10.000 mdpl saat masa udara dalam kondisi yang tidak stabil.

Baca juga: BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Lebat Disertai Angin Kencang, Ini Daftar Wilayahnya

Dilansir dari laman resmi UGM, Dr. Emilya mengatakan, penyebab utama fenomena hujan es adalah kondisi alam yang termasuk kelembapan tinggi, massa udara yang tidak stabil, dan suhu permukaan bumi yang mendukung.

Selain itu, perubahan suhu udara di troposfer, bagian atas tempat terbentuknya awan-awan yang mengandung es, juga menjadi penyebab terjadinya hujan es. 

“Jika suhu di permukaan Bumi cukup rendah maka kristal es akan mencapai bumi dalam bentuk es atau hail, tetapi kalau suhu di permukaan bumi cukup panas maka kristal es akan sampai di permukaan bumi sebagai hujan yg kita kenal,” jelasnya.

Menurut Dr. Emilya, di negara empat musim, hujan es yang jatuh berukuran besar saat musim dingin karena suhu udara di permukaan juga dingin sehingga es yang turun tidak mencair. 

Namun, yang terjadi di negara tropis cenderung merupakan fenomena cuaca dengan dampak skala horizontal dan waktu yang berbeda-beda. 

Baca juga: 7 Fakta Kondisi Meteorologi di Yogyakarta Saat Hujan Lebat Disertai Angin Kencang

Awan stratus yang tidak tebal dan mengandung air menghasilkan hujan dengan durasi singkat yang intensitasnya ringan sampai sedang. Adapun wilayah yang terdampak hujan sekitar ratusan meter hingga 2 km. 

Sementara itu, awan cumulonimbus tumbuh vertikal ke atas dan tidak lebar sehingga wilayah terdampak hujan juga tidak luas, tetapi hujannya lebih deras.

Indikasi terjadinya hujan es

Dilansir dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ada beberapa indikasi terjadinya hujan es yang disertai kilat dan angin kencang, yakni:

  • Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah.
  • Udara terasa panas dan gerah karena radiasi matahari yang cukup kuat, ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C) disertai dengan kelembapan yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 60%).

Baca juga: Penyebab Hujan Lebat Disertai Angin Kencang di Yogyakarta adalah Awan Cumulonimbus

  • Mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu.
  • Tahap berikutnya, awan tersebut akan berubah warna dengan cepat menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan awan cumulonimbus.
  • Pepohonan di sekitar mulai bergoyang cepat.
  • Terasa ada sentuhan udara dingin.
  • Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba-tiba.
  • Jika 1-3 hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim pancaroba atau penghujan, ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com