Penulis: Jennifer Holleis/DW Indonesia
SANA'A, KOMPAS.com - Dalam beberapa hal, eskalasi antara milisi Yaman, Houthi, dengan koalisi angkatan laut pimpinan Amerika Serikat (AS) di Laut Merah memberikan keuntungan bagi kelompok militan yang didukung oleh Iran tersebut. Bahkan beberapa analis menyambutnya dengan baik.
"Houthi telah mencari kesempatan untuk berkonfrontasi dengan Amerika Serikat," kata Analis Konflik asal Yaman sekaligus mantan Direktur Pusat Penelitian Informasi Washington untuk Yaman, Hisham Al Omeisy kepada DW.
"Selama delapan tahun belakangan, mereka telah mengatakan kepada pengikutnya bahwa kelompok itu sedang berperang dengan AS dan Israel, sehingga hal ini menjadi kesempatan emas yang harus dimanfaatkan mereka," tambah Al Omeisy.
Baca juga: AS dan Inggris Serang Houthi di Yaman Lagi, Kali Keempat dalam Seminggu
I don't think many realize the Houthis do have their own goals, aside from support of Gaza. Recent confrontations also provides them opportunity to legitimize their decades long claim of fighting the U.S. There are many layers to this, and I explained some to @cnni here. #Yemen pic.twitter.com/yO0c74hIdh
— Hisham Al-Omeisy ???? ??????? (@omeisy) January 12, 2024
Yaman sejatinya telah berperang sejak 2014 saat kelompok Houthi mulai menyerang pemerintahan yang didukung oleh Arab Saudi.
Pertempuran selama sembilan tahun telah membuat Yaman terpecah. Houthi menguasai Yaman bagian utara dan barat, termasuk Bab El Mandeb yang mengarah ke Selatan. Sementara bagian selatan dikuasai oleh pemerintah yang diakui secara internasional dan sekutu dalam negeri, sedangkan wilayah timur didominasi oleh suku lokal.
Sementara itu, kelompok Ansar Allah (nama resmi Houthi) tersebut sedang mengadakan pembicaraan soal gencatan senjata jangka panjang dengan Arab Saudi.
Nantinya seusai Januari, Utusan Khusus AS untuk Yaman, Tim Lenderking, diperkirakan bakal menyelesaikan kesepakatan damai antara Arab Saudi dan Houthi.
"Dengan memaksa Arab Saudi untuk menerima mereka (sebagai bagian dari pemerintahan nasional Yaman), Houthi berharap seluruh dunia juga akan mengikuti langkah itu dan memberikan legitimasi internasional kepada mereka," kata Al Omeisy.
Kepada DW, seorang Profesor dan Analis Timur Tengah dari University of Ottawa di Kanada, Thomas Juneau, menyebut saat ini baru Iran saja yang mengakui Houthi sebagai pemerintah nasional Yaman.
"Mereka hendak memaksa komunitas internasional untuk berurusan dengan mereka dengan cara membajak kapal, mengirim rudal, bernegosiasi dengan Arab Saudi, dan mereka ingin dilihat sebagai anggota kunci dari Poros Perlawanan yang dipimpin oleh Iran," ujarnya, merujuk kepada jaringan kelompok-kelompok dukungan Iran di seluruh wilayah, yang menentang AS dan Israel.
Baca juga: Perang Yaman: Kenapa Houthi Ingin Merebut Marib?
Serangan Houthi terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah telah mengganggu jalur perdagangan vital internasional secara masif, dan menurut milisi tersebut tindakan itu merupakan respons mereka atas pembalasan militer Israel di Gaza.
"Serangan Houthi membuat saya takut karena mengancam stabilitas kami yang rapuh,” kata Maner Saleh, seorang perempuan berusia 20 tahun yang tinggal di Sana'a, Ibu Kota Yaman, kepada DW.
"Yaman belum pernah merasakan perdamaian dan stabilitas yang nyata selama sembilan tahun.”
Menurutnya, warga Palestina memang harus didukung, akan tetapi idealnya dengan cara yang tidak melibatkan "pengorbanan kembali situasi di Yaman”.