Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Kolaborasi Diplomasi Indonesia-China untuk Gaza, Mampukah?

Kompas.com - 21/11/2023, 13:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Luar Negeri Retno Marsudi dan beberapa menteri luar negeri Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan bertemu Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi untuk membahas konflik Gaza.

Lanskap diplomasi internasional baru-baru ini telah menyaksikan pergeseran signifikan, ditandai munculnya peran negara-negara seperti China dan Indonesia.

Negara-negara ini melangkah ke panggung global, menghadapi isu-isu yang kompleks dan menantang secara historis seperti konflik Israel-Palestina dan menengahi perselisihan yang telah berlangsung lama seperti konflik Arab Saudi-Iran.

Dinamika yang berkembang dalam diplomasi global ini mencerminkan pergeseran dari pendekatan tradisional yang berpusat pada Barat, yang menandakan pergerakan menuju tatanan dunia yang lebih multipolar.

Indonesia, dengan populasi Muslim yang signifikan dan peran yang berpengaruh dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), telah menjadi suara yang konsisten dalam mengadvokasi hak-hak Palestina.

Mandat yang diberikan oleh OKI baru-baru ini untuk memprakarsai tindakan yang bertujuan untuk menghentikan perang di Gaza menggarisbawahi komitmen dan status Indonesia yang semakin meningkat di dunia Islam.

Pendekatan ini sejalan dengan teori-teori liberal dalam hubungan internasional, yang menekankan kerja sama, penyelesaian masalah secara kolektif, dan kepatuhan terhadap norma-norma internasional.

Keterlibatan Tiongkok dalam sengketa internasional menandai perluasan jangkauan diplomatiknya di luar fokus regional tradisionalnya.

Langkah ini dapat dilihat melalui lensa teori realis sebagai upaya strategis untuk memperluas pengaruh global Tiongkok dan mengimbangi dominasi Barat, terutama AS, dalam urusan internasional.

Meskipun masih baru, langkah China ke dalam diplomasi Timur Tengah menunjukkan ambisinya untuk diakui sebagai kekuatan global signifikan yang mampu memengaruhi hasil dari perselisihan internasional yang besar.

Jalinan antara realisme dan liberalisme terlihat jelas dalam upaya diplomasi ini. Ekspansi strategis Tiongkok sejalan dengan teori realis, yang berfokus pada dinamika kekuasaan dan kepentingan nasional.

Sementara itu, pendekatan Indonesia selaras dengan cita-cita liberal, yang menekankan kerja sama internasional dan kerangka hukum.

Namun, kedua negara membutuhkan bantuan dalam upaya diplomatik mereka. Konflik Israel-Palestina, dengan dimensi historis, agama, dan politiknya yang kompleks, membutuhkan navigasi yang hati-hati.

Selain itu, pengalaman China yang terbatas dalam diplomasi Timur Tengah dan kekhawatiran tentang catatan hak asasi manusianya menambah lapisan skeptisisme mengenai perannya sebagai mediator.

Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, kolaborasi antara Indonesia dan China menghadirkan peluang-peluang yang unik.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com