KOMPAS.com - Para ilmuwan pernah mengira bahwa lapisan es Antarktika Timur berada dalam kondisi stabil. Tetapi sekarang, lapisan es yang mengandung cukup air untuk menaikkan permukaan laut setinggi 52m itu, mulai mencair.
Jan Lieser baru saja memantau puluhan citra satelit yang dia lihat setiap hari ketika dia menyadari ada sesuatu yang hilang.
Sebagai seorang ahli glasiologi di Institut Studi Kelautan dan Antarktika Universitas Tasmania, dia hafal setiap bentuk lapisan es yang mencuat dari pantai Antarktika Timur.
Baca juga: CEK FAKTA: Tampilan Antarktika di Google Street View
Pada 17 Maret 2022, terdapat celah di mana sebagian besar lapisan es gletser Conger pecah menjadi gunung es seukuran Kota Wina dan berujung hanyut.
Liester tertegun. Dia telah memantau Conger sejak beberapa bagian terakhir dari lapisan es di sekitarnya, Glenzer, pecah 10 hari sebelumnya. Dia tidak menyangka akan melihat Conger hancur begitu cepat.
“Tiba-tiba sisa daratan es juga runtuh, dan lapisan es bergerak ke utara lalu berbelok 90 derajat ke samping. Dua lapisan es yang telah kami pantau selama bertahun-tahun sudah tidak ada lagi,” kata Lieser.
“Selama 15 tahun saya memantaunya, saya tidak menyangka akan menyaksikan ini di Antarktika Timur,” lanjutnya.
Gletser mengalir ke laut, dan lapisan es adalah bagian yang mengapung di permukaan air, bergesekan dengan pulau, pegunungan bawah laut, atau gletser lainnya.
Rak es ini juga dijuluki sebagai “sabuk pengaman” Antarktika.
Baca juga: INFOGRAFIK: Hoaks, Foto Antarktika Diklaim Bukti Tak Ada Perubahan Iklim
Ketika mereka pecah, gletser di belakangnya dapat mengalir lebih cepat ke laut, sehingga berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.
Gletser Conger relatif lebih kecil dan lambat, tetapi hilangnya sabuk pengamat dengan cepat tetap membuat para ilmuwan khawatir.
Ini adalah lapisan es pertama yang tercatat runtuh di Antarktika Timur, kubah beku besar yang dipisahkan dari Transantarktika.
Sedangkan lapisan es Antarktika Barat yang mencair mungkin telah mencapai titik kritis.
Para ilmuwan sejak lama mengira bahwa bagian timurnya, yang merupakan titik terdingin di Bumi dapat bertahan dari pemanasan global.
Pada 2012, lapisan es Antarktika Timur bahkan ditemukan mengalami peningkatan massa.
Tetapi penelitian baru mengungkap adanya celah di balik ketangguhan es Antarktika Timur.
Baca juga: CEK FAKTA: Foto Antarktika Dilihat dari Antariksa
Beberapa gletser yang oleh seorang penjelajah dijuluki “rumah badai salju” sedang mencair dan berisiko runtuh secara tiba-tiba.
Perubahan kecil pada lapisan es Antarktika Timur yang mengandung empat per lima es dunia dapat berdampak besar.
Situasi ini dapat memicu sekitar 52 meter potensi kenaikan permukaan laut, jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kenaikan permukaan laut setinggi tiga hingga empat meter di lembar Antarktika Barat.
Para ahli khawatir kondisi ini bisa mulai menaikkan permukaan laut pada abad ini.
"Ini selayaknya beruang besar yang tidak ingin Anda bangunkan," kata ahli glasiologi dari Universitas Minnesota Peter Neff, yang memimpin proyek pengeboran inti es yang berusia 1,5 juta tahun di Antartika Timur.
“Ketika saya menyaksikan hal-hal yang memberi sinyal bahwa saya mungkin meremehkan apa yang terjadi di Antarktika Timur, saya berhenti sejenak dan tentu saja memotivasi penelitian lebih lanjut,” imbuhnya.
Baca juga: Beredarnya Hoaks yang Menyebut Korea Selatan Dapat Wilayah Teritori di Antarktika
Gletser biasanya bergerak dengan kecepatan glasial. Runtuhnya lapisan es Conger terjadi begitu Antarktika mengalami cuaca hangat paling dramatis yang pernah diamati di wilayah ini.
Untuk pertama kalinya sejak pemantauan satelit terhadap Antarktika dimulai pada 1979, luas es laut di sekitar Antarktika turun menjadi di bawah 2 juta kilometer persegi.
Lebih sedikit es laut berarti ada lebih banyak gelombang yang menghantam lapisan es di depan gletser. Hamparan es laut yang dias di Adelie Land, Wilkes Land, dan Princess Elizabeth Land di Antarktika benar-benar hilang.
Kurangnya jumlah es mengejutkan para ilmuwan.
Berbeda dengan di Kutub Utara, es laut Antarktika sedikit meningkat selama dipantau oleh satelit, sehingga beberapa mengisyaratkan bahwa angin sirkumpolar serta arus laut mengisolasi area ini dari pemanasan global.
Sebuah studi kemudian menyebut bahwa rendahnya jumlah es laut Antarktika pada 2022 dipicu oleh pemanasan di lautan serta angin kencang yang dipicu oleh La Nina dan pola cuaca lainnya.
Kemudian pada Maret, ketika musim panas Australia yang singkat berkurang, gelombang panas membawa suhu yang mencengangkan ke Antarktika Timur.
Aliran uap air atmosfer yang ekstrem telah menusuk ke jantung Antarktika, diikuti oleh kubah panas bertekanan tinggi yang membuat kondisi hangat ini tidak menyebar.
Baca juga: Apakah Ada Negara di Antarktika?
Di tengah-tengah lapisan es itu, stasiun Vostok Rusia, di mana pernah tercatat suhu terendah di Bumi (-89,2 derajat Celsius) mengalami musim gugur yang relatif sejuk (17,7 derajat Celsius).