Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Keluarga Marcos Begitu Kontroversial di Filipina?

Kompas.com - 11/05/2022, 14:00 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

MANILA, KOMPAS.com - Ferdinand Marcos Jr alias "Bongbong" hampir dipastikan menjadi presiden Filipina, empat dekade setelah ayahnya dilengserkan dalam revolusi.

Kemenangan Bongbong akan membawa dinasti Marcos kembali berkuasa.

Namun, mengapa nama keluarga itu begitu kontroversial?

Baca juga: Kembalinya Dinasti Marcos di Filipina: Anugerah untuk China, Canggung bagi AS

Bongbong adalah satu-satunya putra mantan diktator Ferdinand Marcos Sr, yang menjabat presiden Filipina pada 1965 hingga 1986.

Agar bisa memahami bagaimana keluarga ini bisa kembali ke kancah politik Filipina, penting untuk mengetahui kebangkitan dan kejatuhan mereka beberapa puluh tahun lalu.

Kisah tersebut sarat dengan drama, pembunuhan, rangkaian protes massal, pengasingan, dan ribuan sepatu buatan perancang mode ternama.

Meski menjadi presiden sejak 1965, Marcos baru sepenuhnya mengendalikan Filipina pada 1972—setahun sebelum masa jabatannya yang kedua berakhir. Alih-alih bersiap lengser, Marcos justru menetapkan UU Darurat.

Hal ini membuat parlemen dibekukan, politisi oposisi ditahan, dan penyensoran total diterapkan.

Marcos, yang sebelum menjabat presiden adalah seorang pengacara sukses, praktis mengendalikan pengadilan secara penuh.

Baca juga: Profil Ferdinand Marcos Jr, Anak Diktator yang Jadi Presiden Terpilih Filipina

Militer dan kepolisian, yang dia kendalikan secara penuh, menyiksa bahkan membunuh lawan-lawan politiknya—praktik yang terus berlanjut selama masa kekuasaannya.

Tahun-tahun setelah 1972 dikenang sebagai salah satu masa terkelam sepanjang sejarah Filipina. Jutaan orang hidup dalam kemiskinan parah, berbagai pelanggaran hak asasi manusia berlangsung, dan korupsi merajalela di tengah tumpukan utang negara.

Namun, di antara beragam insiden, pembunuhan pada suatu sore di bulan Agustus 1983 yang memicu kejatuhan Marcos.

Korbannya adalah pemimpin oposisi, Benigno Aquino, yang sebelumnya mengasingkan diri ke Amerika Serikat guna menghindari rezim Marcos.

Dia memutuskan kembali ke Filipina dengan tekad memulihkan demokrasi di negaranya. Tapi sesaat setelah pesawatnya mendarat di Bandara Manila, dia ditembak mati—walau terdapat pengamanan ketat yang digelar pemerintah Filipina.

Ferdinand Marcos Sr melambaikan tangan saat terpilih sebagai presiden Filipina pada 1965 -putranya, Bongbong (kedua dari kanan).GETTY IMAGES via BBC NEWS INDONESIA Ferdinand Marcos Sr melambaikan tangan saat terpilih sebagai presiden Filipina pada 1965 -putranya, Bongbong (kedua dari kanan).

Pembunuhan tersebut mengejutkan seantero negeri sekaligus memicu amarah dan duka banyak orang.

Puluhan ribu insan turun ke jalan-jalan di Manila dan kota lain untuk menghormati mendiang Benigno Aquino. Kedukaan ini dengan cepat berubah menjadi gerakan pro-demokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com