Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan Risiko Hukuman Penjara, Imam Ortodoks Rusia Buka Suara Menentang Perang Putin

Kompas.com - 01/05/2022, 23:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

MOSKWA, KOMPAS.com - Imam Ortodox Rusia Pastor Georgy Edelshtein mengaku sangat ingin berdebat dengan mereka yang tidak setuju dengan penentangannya terhadap kampanye militer Rusia di Ukraina.

"Saya ingin melihat satu atau dua lawan saya duduk di sini," kata pria berusia 89 tahun itu, sambil menunjuk kursi kosong di ruang tamunya yang penuh dengan ikon emas.

Baca juga: PM Australia Komentari Isu Putin Hadiri G20: Tak Perlu Buru-buru

Imam berjanggut putih dengan jubah hitam itu adalah salah satu dari sedikit imam Ortodoks Rusia yang berbicara menentang operasi militer Moskwa di Ukraina.

Dengan suara gemetar, tetapi tanpa ragu-ragu, dia menjelaskan: "Saya khawatir saya adalah pendeta yang buruk. Saya tidak pernah menentang semua perang tetapi saya selalu menentang perampasan tanah, perang agresif."

Ukraina "adalah negara merdeka dan biarkan mereka membangun negara mereka sesuai kebutuhan," katanya kepada AFP di rumahnya di dusun Novo-Bely Kamen di tepi Sungai Volga di wilayah Kostroma, enam jam berkendara dari Moskwa.

Sejak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, hanya segelintir imam dari Gereja Ortodoks Rusia yang dipimpin oleh Patriark Moskwa Kirill -- yang memiliki umat sekitar 150 juta orang di seluruh dunia -- telah berbicara secara terbuka menentang kampanye militer Kremlin.

Kirill sendiri telah memberikan serangkaian khotbah yang semakin agresif.

Dia menyerukan Rusia untuk "menggalang" pihak berwenang untuk membantu menaklukkan "musuh", yang dituduh mencoba menghancurkan persatuan bersejarah antara Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Rusia Tegaskan Operasi Militer di Ukraina Akan Berakhir Ketika Tujuannya Ini Tercapai

Sejak mulai memimpin Gereja Ortodoks Rusia pada 2009, Kirill telah mencari hubungan yang lebih dekat dengan pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia mendukung nilai-nilai konservatif daripada liberalisme Barat.

Gereja Ortodoks Rusia sangat dibatasi dan di bawah kendali KGB di Uni Soviet. Bahkan setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991, ia tidak pernah mendorong kritik terhadap pihak berwenang, tetapi beberapa imam tetap buka suara.

Pastor Ioann Burdin, imam Ortodoks Rusia berusia 50 tahun, menghadiri wawancara AFP di rumahnya di desa Nikolskoye di luar kota Kostroma pada 25 April 2022. AFP PHOTO/YURI KADOBNOV Pastor Ioann Burdin, imam Ortodoks Rusia berusia 50 tahun, menghadiri wawancara AFP di rumahnya di desa Nikolskoye di luar kota Kostroma pada 25 April 2022.

Tanggung jawab korban nyawa

Pada 25 Februari, sehari setelah operasi militer dimulai, Pastor Edelshtein menandatangani surat yang ditulis oleh seorang teman imam, Pastor Ioann Burdin, yang diunggah di situs web gereja paroki Burdin di desa Karabanovo di wilayah Kostroma.

"Darah warga Ukraina akan tetap berada di tangan tidak hanya penguasa Rusia dan tentara yang menjalankan perintah ini. Darah mereka ada di tangan kita masing-masing yang menyetujui perang ini atau hanya diam," kata unggahan tersebut, yang kemudian dihapus.

Metropolitan Ferapont dari Kostroma, biarawan yang berkedudukan tinggi di Rusia, mengutuk surat itu. Mereka mengatakan bahwa hanya dua dari 160 imam di wilayah itu yang menentang operasi itu.

Baca juga: Pesawat Rusia Langgar Wilayah Udara Swedia

Namun protes mereka tidak berhenti sampai di situ.

Pada 6 Maret, Burdin berkhotbah tentang korban manusia dari pertempuran yang sedang berlangsung. Hari itu juga dia dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com