Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Rakyat Afghanistan Juga Korban Al-Qaeda”, Mantan Presiden Protes Soal Perintah AS atas Aset yang Dibekukan

Kompas.com - 14/02/2022, 09:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

KABUL, KOMPAS.com - Mantan presiden Afghanistan menyebut perintah Gedung Putih untuk mencairkan 3,5 miliar dollar AS aset Afghanistan yang disimpan di Amerika Serikat (AS) untuk keluarga korban 9/11 sebagai kekejaman terhadap rakyat Afghanistan.

Pada konferensi pers Minggu (13/2/2022), mantan presiden Hamid Karzai meminta bantuan orang Amerika, khususnya keluarga dari ribuan orang yang tewas dalam serangan teroris 9/11, untuk menekan Presiden Joe Biden agar membatalkan perintah minggu lalu.

Dia menyebutnya "tidak dapat dibenarkan dan tidak adil," dan mengatakan Afghanistan juga telah menjadi korban pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden.

Baca juga: AS Akan Gunakan Dana Afghanistan yang Dibekukan untuk Korban 9/11

“Rakyat Afghanistan berbagi rasa sakit dengan rakyat Amerika, berbagi rasa sakit dengan keluarga dan orang-orang terkasih dari mereka yang meninggal, yang kehilangan nyawa mereka dalam tragedi 11 September,” kata Karzai dilansir AP.

“Kami bersimpati dengan mereka (tetapi) orang Afghanistan tak lain juga merupakan korban seperti keluarga yang kehilangan nyawa mereka. ... Menahan uang atau menyita uang dari orang-orang Afghanistan atas nama mereka adalah tidak benar dan tidak adil dan merupakan kekejaman terhadap orang-orang Afghanistan.”

Perintah Presiden Biden yang ditandatangani Jumat (11/2/2022) lalu membebaskan aset Afghanistan senilai 7 miliar dollar AS yang saat ini ditahan di AS, untuk dibagi antara korban 9/11 dan bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan.

Sementara itu, perintah Biden meminta 3,5 miliar dollar AS yang dialokasikan untuk bantuan kemanusiaan untuk dipercayakan dan digunakan untuk membantu warga Afghanistan, melewati penguasa Taliban mereka.

Pengadilan AS masih harus memutuskan apakah 3,5 miliar dollar AS dari dana itu dapat digunakan untuk menyelesaikan klaim oleh keluarga korban 9/11.

Baca juga: Warga Afghanistan Protes ke AS Terkait Pembebasan Dana untuk Korban 9/11

Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, berbicara selama konferensi pers, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 13 Februari 2022.
AP PHOTO/HUSSEIM MALLA Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, berbicara selama konferensi pers, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 13 Februari 2022.

Kami "meminta pengadilan AS melakukan yang sebaliknya, mengembalikan uang Afghanistan kepada rakyat Afghanistan," kata Karzai.

"Uang ini bukan milik pemerintah mana pun… uang ini milik rakyat Afghanistan."

Karzai menuntut semua 7 miliar dollar AS dikembalikan ke bank sentral Afghanistan untuk melanjutkan kebijakan moneternya.

Dia menentang pemberian dana cadangan Afghanistan kepada organisasi bantuan internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan.

"Anda memberi uang kami sendiri sehingga dapat digunakan untuk orang asing yang datang ke sini, untuk membayar gaji mereka, untuk memberikannya kepada (organisasi non-pemerintah)," katanya.

Ekonomi Afghanistan tertatih-tatih di ambang kehancuran setelah uang internasional berhenti masuk ke negara itu, Taliban mengambil alih pada pertengahan Agustus.

Bulan lalu, PBB mengajukan banding senilai 5 miliar dollar AS untuk Afghanistan. PBB memperingatkan bahwa 1 juta anak berada dalam bahaya kelaparan dan 90 persen warga Afghanistan hidup di bawah tingkat kemiskinan hanya 1,90 dollar AS per hari.

Baca juga: Kisah Mengharukan Wanita Inggris dan Pengungsi Afghanistan yang Jadi Tetangganya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Global
AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

Global
Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

Global
Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com