Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah CEO Tunanetra: Dulu Diremehkan Orang, Kini Perusahaannya Bernilai Nyaris Rp 1 Triliun

Kompas.com - 26/01/2022, 21:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

NEW DELHI, KOMPAS.com - Srikanth Bolla akan membuat film Bollywood tentang hidupnya. CEO muda itu telah membangun sebuah perusahaan senilai 48 juta poundsterling (Rp 932 miliar), capaian yang hampir tak akan terjadi bila ia tak berjuang keras.

Saat remaja, Srikanth diberitahu bahwa belajar matematika dan sains di sekolah menengah atas adalah perbuatan terlarang karena dia buta. Dia lantas menggugat pemerintah suatu negara bagian di India untuk mencabut larangan itu, seperti yang dikisahkan oleh Arundhati Nath.

Setiap hari, selama dua tahun, Srikanth Bolla ketika berusia enam tahun berjalan beberapa kilometer ke sekolah di pedesaan India, dipandu oleh saudaranya dan mengikuti teman-teman sekelasnya.

Baca juga: Ada Bioskop Khusus Tunanetra di China, Begini Cara Kerjanya...

Jalannya berlumpur, ditumbuhi semak belukar, yang tergenang selama musim hujan. Itu bukan saat yang menyenangkan.

"Tidak ada yang mau bicara dengan saya karena saya anak buta," katanya.

Lahir dari orang tua yang miskin dan buta huruf, ia ditolak oleh masyarakat setempat.

"Orang tua saya diberitahu bahwa saya bahkan tidak bisa jaga rumah sendirian karena saya tidak bisa melihat apakah ada anjing jalanan yang masuk.

"Banyak orang datang ke orang tua saya dan menyarankan untuk membunuh saya dengan bantal," kenang pria berusia 31 tahun itu.

Mengabaikan saran itu, orangtuanya tetap mendukung Srikanth dan, ketika berusia delapan tahun, ayahnya membawa kabar gembira.

Baca juga: Bus Autopilot Tabrak Atlet Tunanetra di Paralympic Village Tokyo, Korban Cedera 2 Minggu

Srikanth dapat tempat di sekolah asrama untuk anak-anak tunanetra dan akan dipindahkan ke kota terdekat, Hyderabad, 400 kilometer jauhnya. Pada saat itu, kota tersebut berada di Negara Bagian Andhra Pradesh.

Meski jauh dari orang tuanya, Srikanth bersemangat dan cepat beradaptasi. Dia belajar berenang, bermain catur, dan bermain kriket dengan bola yang mengeluarkan suara berderak sehingga dia bisa menemukannya. "Kuncinya pada tangan dan telinga," ungkapnya.

Srikanth menikmati hobinya itu tetapi juga mulai bertanya-tanya tentang masa depannya. Dia selalu bermimpi menjadi seorang insinyur dan tahu dia perlu belajar sains dan matematika untuk mewujudkannya.

Srikanth Bolla saat bekerja di Pusat Pelatihan Komputer Samanvai untuk siswa penyandang disabilitas ganda.BBC INDONESIA Srikanth Bolla saat bekerja di Pusat Pelatihan Komputer Samanvai untuk siswa penyandang disabilitas ganda.

Ketika saatnya tiba, dia memilih mata pelajaran penting itu tetapi sekolahnya mengatakan tidak, dan memberitahunya bahwa itu ilegal.

Sekolah-sekolah India dikelola oleh beberapa badan, masing-masing dengan aturannya sendiri. Beberapa berada di bawah pemerintah negara bagian atau dewan pusat, yang lain dikelola swasta.

Sekolah Srikanth dikelola oleh Dewan Pendidikan Negara Bagian Andhra Pradesh dan, dengan demikian, tidak diizinkan untuk mengajar sains dan matematika kepada siswa senior yang buta karena dianggap terlalu menantang dengan elemen visualnya, seperti diagram dan grafik.

Baca juga: Tak Diberikan Braille, Imigran Tunanetra Tak Lulus Tes Bahasa Inggris

Maka, mereka hanya boleh belajar seni, bahasa, sastra, dan ilmu sosial.

Saat itu tahun 2007 dan Srikanth frustrasi dengan aturan itu, yang sewenang-wenang dan tidak sama untuk semua sekolah. Salah satu gurunya, Swarnalatha Takkilapati, juga frustrasi dan mendorong siswanya untuk bertindak.

Mereka berdua lalu pergi ke Dewan Pendidikan Menengah di Andhra Pradesh untuk mengajukan permohonan, tetapi malah diberitahu bahwa tidak ada yang bisa dilakukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com