Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah CEO Tunanetra: Dulu Diremehkan Orang, Kini Perusahaannya Bernilai Nyaris Rp 1 Triliun

Kompas.com - 26/01/2022, 21:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Pantang menyerah, mereka mendapat seorang pengacara dan, dengan dukungan dari tim manajemen sekolah, mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi Andhra Pradesh dengan meminta perubahan atas undang-undang pendidikan yang membolehkan siswa tunanetra belajar matematika dan sains.

"Sang pengacara memperjuangkannya atas nama kami," kata Srikanth, jadi dia tidak perlu hadir di sidang pengadilan.

Setelah permohonannya mendapat perhatian, Srikanth mendengar desas-desus bahwa sebuah sekolah umum di Hyderabad, yaitu Chinmaya Vidyalaya yang beroperasi di bawah badan pendidikan yang berbeda menawarkan sains dan matematika kepada siswa tunanetra.

Baca juga: Pilu Nenek Pairah, Tunanetra yang Tinggal Seorang Diri di Rumah Tak Layak

Sekolah itu menawarkan tempat untuknya bila dia tertarik. Srikanth pun tidak menyia-nyiakan tawaran itu.

Dia adalah satu-satunya siswa tunanetra di kelasnya, tetapi mengatakan, "mereka menyambut saya dengan tangan terbuka".

"Guru kelas saya sangat ramah. Dia melakukan segalanya untuk membantu saya. Dia sampai belajar cara menggambar diagram taktil."

Diagram taktil dapat, misalnya, dibuat menggunakan film tipis di atas tikar karet.

Ketika gambar dibuat di atasnya dengan biro atau pensil, muncul garis terangkat yang dapat Anda rasakan.

Enam bulan kemudian ada berita dari pengadilan, Srikanth telah memenangkan kasusnya.

Pengadilan telah memutuskan siswa tunanetra bisa belajar sains dan matematika di semua sekolah negeri di Andhra Pradesh.

"Saya sangat gembira," kata Srikant. "Saya mendapat kesempatan pertama untuk membuktikan kepada dunia bahwa saya bisa melakukannya dan generasi muda tidak perlu khawatir tentang mengajukan kasus dan berjuang melalui pengadilan," katanya.

Baca juga: Jelang HUT Ke-5, Pertamina International Shipping Bantu Yayasan Tunanetra Tangsel

Ditolak ikut pelatihan ujian masuk kampus bergengsi

Srikanth segera kembali ke sekolah negeri dan belajar matematika dan sains yang dicintainya, dengan rata-rata meraih nilai 98 persen dalam ujiannya.

Dia berencana mendaftar ke perguruan tinggi teknik bergengsi India yang dikenal sebagai IIT (Institut Teknologi India).

Persaingannya ketat dan para siswa sering ikut pelatihan intensif sebelum ujian masuk - tetapi tidak ada sekolah pelatihan yang mau menerima Srikanth.

"Saya diberitahu oleh lembaga pelatihan terkemuka bahwa beban kursusnya akan seperti hujan lebat pada pohon kecil," katanya, saat menjelaskan bahwa mereka menganggap dia tidak akan memenuhi standar akademik.

"Tapi saya tidak menyesal. Jika IIT tidak menginginkan saya, saya juga tidak menginginkan IIT," kata Srikanth.

Dia lalu mendaftar ke sejumlah universitas di Amerika Serikat dan menerima lima tawaran. Dia memilih MIT di Cambridge, Massachusetts, di mana dia menjadi siswa tunanetra internasional pertama.

Baca juga: Dua Siswi SD di Gresik Ciptakan Oksibraille, Alat Deteksi Kadar Oksigen bagi Tunanetra

Dia tiba pada tahun 2009 dan menggambarkan hari-hari awalnya di sana sebagai pengalaman yang campur aduk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com