KABUL, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri sementara Taliban Amir Khan Muttaqi yakin sanksi terhadap Afghanistan atau membuat negara itu tidak stabil tidak akan menguntungkan siapa pun.
“Sanksi terhadap Afghanistan … memiliki pemerintah Afghanistan yang lemah tak akan menguntungkan siapa pun,” kata Muttaqi kepada kantor berita AP dalam sebuah wawancara pada Minggu (12/12/2021).
Baca juga: Setelah Afghanistan, Pasukan AS Akhiri Misi Tempurnya di Irak
Berbicara dalam bahasa Pashto asalnya, Muttaqi mengatakan pemerintah Taliban menginginkan hubungan baik dengan semua negara dan tidak memiliki masalah dengan Amerika Serikat (AS).
Taliban menghadapi isolasi diplomatik karena Imarah Islam, nama pemerintahnya, belum diakui oleh negara mana pun dan PBB.
Dia mendesak Washington dan negara-negara lain untuk melepaskan lebih dari 10 miliar dollar AS (Rp 143 triliun) dana yang dibekukan ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus, menyusul serangan militer yang cepat di Afghanistan dan pelarian rahasia yang tiba-tiba dari Presiden Ashraf Ghani yang didukung AS.
PBB memperingatkan bahwa hampir 23 juta orang, sekitar 55 persen dari populasi Afghanistan, menghadapi tingkat kelaparan yang ekstrem.
Hampir sembilan juta orang diantaranya berisiko kelaparan saat musim dingin berlangsung di negara miskin yang terkurung daratan itu.
Baca juga: Nasib Bayi-bayi Afghanistan, Hidup Kelaparan dalam Krisis Tanpa Perawatan Layak
Muttaqi juga mengakui kemarahan dunia, atas pembatasan yang diberlakukan Taliban pada pendidikan anak perempuan dan perempuan Afghanistan dalam angkatan kerja.
Di banyak bagian Afghanistan, siswa sekolah menengah perempuan antara kelas tujuh dan 12 tidak diizinkan pergi ke sekolah sejak Taliban mengambil alih. Banyak juga pegawai negeri perempuan Afghanistan diperintahkan untuk tinggal di rumah.
Pejabat Taliban mengatakan mereka perlu waktu untuk membuat pengaturan yang dipisahkan gender di sekolah dan tempat kerja, untuk memenuhi interpretasi mereka yang keras tentang Islam.
Ketika pertama kali memerintah dari 1996 hingga 2001, Taliban melarang anak perempuan dan perempuan dari sekolah dan pekerjaan, melarang sebagian besar hiburan dan olahraga dan kadang-kadang melakukan pembunuhan di depan banyak orang di stadion.
Namun Muttaqi mengatakan Taliban telah berubah sejak terakhir kali berkuasa.
“Kami telah membuat kemajuan dalam administrasi dan politik … dalam interaksi dengan bangsa dan dunia. Dengan berlalunya hari, kami akan mendapatkan lebih banyak pengalaman dan membuat lebih banyak kemajuan, ”katanya melansir Al Jazeera.
Baca juga: Perancis Evakuasi 300 Orang Lebih dari Afghanistan
Muttaqi mengeklaim di bawah pemerintahan baru Taliban, anak perempuan akan bersekolah hingga kelas 12 di 10 dari 34 provinsi di negara itu. Sementara sekolah swasta dan universitas beroperasi tanpa hambatan dan 100 persen wanita yang sebelumnya bekerja di sektor kesehatan kembali bekerja.
“Ini menunjukkan bahwa kami pada prinsipnya berkomitmen untuk partisipasi perempuan,” katanya.