Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Taliban Harus Belajar dari Mujahidin dan Dirinya Sendiri

Kompas.com - 18/08/2021, 18:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sekitar empat pekan lalu, saya mendapat telepon dari Qatar, tempat kantor perwakilan politik gerakan bersenjata Taliban. Isinya, para pemimpin Taliban ingin bertemu Jusuf Kalla (JK) dan saya, sesegera mungkin.

Saya lapor ke JK.
Ok, katanya meyakinkan. Kebetulan memang, ada rencana ke Eidenberg akhir September untuk menghadiri seminar tentang Afghanistan. Dari sana, kami rencanakan ke Qatar.

Dinamika politik berlangsung cepat. Pertemuan tersebut tidak terjadi. Taliban kini memenangi pertarungannya dengan Amerika Serikat dan pemerintah Afghanistan.

Belakangan saya tahu, keinginan Taliban untuk bertemu JK dan saya, motifnya tunggal. Para pemimpin Taliban menginginkan kami menjembatani dirinya dengan pemerintah Afghanistan yang dipimpin oleh Ashraf Gani. Maklum, hubungan keduanya kian meruncing.

Taliban hendak menyampaikan pesan ke kami untuk meyakinkan Ashraf Gani bahwa sebentar lagi Taliban akan memenangkan pertarungan. Ada baiknya pemerintah Afghanistan bersiap menerima realitas itu, dan mencoba tidak stagnan dalam posisi pada negosiasi damai yang sedang berlangsung.

Empat hari sebelum Kabul, ibu kota Afganistan, jatuh ke tangan Taliban, wakil pemerintah Afghanistan, juga datang menemui JK. Tujuannya satu, JK diminta untuk sesegera mungkin bergerak menjadi jembatan antara pemerintah Afganistan dan Taliban.

JK selalu siap, namun terkendala oleh pandemi Covid yang mengekang dinamika pergerakan badan. Di saat yang berbarengan, roda politik tetap berputar kencang. Tidak bisa dihentikan karena Amerika Serikat juga sudah mengeras untuk hengkang dari Afganistan.

Ihwal pengakuan

Sekarang, secara de facto, Taliban berkuasa lagi di Afghanistan. Pemerintah Kanada menolak mengakui pemerintahan Taliban. Negara lain ada yang diam, ada juga yang mengakuinya.

Dari perspektif hukum internasional, kita seyogyanya membedakan antara pengakuan kepada negara Afghanistan dengan pengakuan terhadap pemerintahan Afghanistan. Dalam praktik hukum dan hubungan internasional, pengakuan terhadap negara hanya sekali diberikan, tidak boleh dicabut.

Pengakuan terhadap pemerintah, bisa berkali-kali diberikan atau pun dicabut. Persyaratan yuridis untuk mengakui keberadaan sebuah negara, sangat berat, sebagaimana yang dirumuskan dalam Konvensi Monteviedo: harus ada wilayah, penduduk, pemerintahan yang efektif, dan pengakuan dari negara lain.

Pengakuan terhadap pemerintah, sifatnya lebih banyak ke masalah kebijakan pemerintah yang mau mengakui atau menolaknya. Ini sungguh-sungguh titik beratnya ada pada pertimbangan politis belaka.

Ketika Uni Soviet menginvasi Afghanistan dan membentuk pemerintahan boneka Komunis yang dipimpin oleh Babrak Kamal pada tahun 1979, Indonesia protes. Saat itu, pemerintah Indonesia menarik Dubesnya dari Kabul.

Lambat laun, hubungan diplomatik tersebut pulih kembali. Ini menandakan bahwa pengakuan terhadap pemerintahan sebuah negara, itu sungguh-sungguh lebih banyak didasari atas pertimbangan politik.

Masalahnya, perubahan pemerintahan di sebuah negara, sama sekali tidak memengaruhi, misalnya, keanggotaan negara tersebut di badan-badan internasional.

Lantaran pengakuan terhadap pemerintah lebih banyak penekanannya pada aspek politik, maka pemerintahan Taliban sekarang harus kerja ekstra untuk menihilkan gambaran buram dunia internasional tentang dirinya. Maklum, Taliban selalu memperoleh stigma anti hak asasi manusia, tidak toleran dengan perbedaan, tidak menyenangi demokrasi, dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com