TEHERAN, KOMPAS.com - Iran telah memulai proses produksi peningkatan nilai tambah logam uranium menurut laporannya kepada pengawas nuklir global.
Teheran memberitahu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) bahwa proses itu dilakukan untuk mengembangkan bahan bakar reaktor riset.
Baca juga: Perancis Sengaja Tutup-tutupi Radiasi akibat Uji Coba Nuklir di Pasifik
Tapi logam uranium juga bisa digunakan untuk membuat inti bom nuklir.
Negara-negara kuat Eropa mengatakan langkah Iran melanggar kesepakatan nuklir 2015 dan mengancam pembicaraan untuk mengaktifkannya kembali.
AS menyebutnya sebagai "langkah mundur yang disayangkan".
Dalam kesepakatan 2015, yang dikenal secara resmi sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), Iran setuju membatasi program nuklir.
Kesepakatan itu dirancang untuk meminimalkan risiko mengembangkan senjata nuklir.
Sebagai imbalannya, enam kekuatan dunia, China, Perancis, Jerman, Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Inggris, setuju untuk mencabut sanksi ekonomi kepada negaranya.
Namun mantan Presiden AS Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan pada 2018. Presiden AS ke-45 itu juga memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran.
Iran membalas perlakuan itu dengan secara bertahap melanggar komitmennya atas perjanjian tersebut.
Baca juga: Pemimpin Baru Iran Bersikeras Tidak Mau Negosiasi dengan AS Soal Nuklir
Pengganti Trump, Joe Biden, mengatakan dia akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir 2015, dan mencabut sanksi AS ke Iran. Syaratnya, Iran harus kembali mematuhi kesepakatan sepenuhnya.
Tetapi Iran ingin Biden mengambil langkah pertama dengan pencabutan sanksi AS ke Iran.
Perwakilan Iran dan lima kekuatan dunia yang masih dalam kesepakatan itu telah berusaha untuk menyetujui kompromi pada pembicaraan di Wina, dengan utusan AS berpartisipasi secara tidak langsung.
Pembicaraan dimulai pada April dan putaran terakhir ditunda pada 20 Juni, tanpa tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan berikutnya.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (6/7/2021), IAEA mengatakan: "Hari ini, Iran memberi tahu badan tersebut bahwa UO2 (uranium dioksida) yang ditingkatkan hingga 20 persen U-235 akan dikirim ke laboratorium R&D (penelitian dan pengembangan) di Pabrik Fabrikasi Bahan Bakar di Esfahan.