MINSK, KOMPAS.com - Keluarga jurnalis Belarus, yang bulan lalu diturunkan paksa dalam penerbangan, menduga ada paksaan di balik pengakuan Roman Protasevich di TV tentang mengorganisir, atau protes anti-pemerintah.
Protasevich (26 tahun), ditangkap di Minsk bulan lalu setelah penerbangannya ke Lithuania dialihkan.
Baca juga: Aktivis Belarus Tusuk Lehernya Sendiri saat Sidang, Apa Penyebabnya
Dalam penampilan penuh air mata di TV pemerintah, dia memuji Presiden Alexander Lukashenko, dan mengaku berusaha menggulingkannya.
Video itu juga memperlihatkan ada tanda yang terlihat jelas di pergelangan tangannya. Pegiat hak asasi manusia (HAM) dan oposisi mengatakan dia sudah disiksa.
Protasevich adalah editor saluran oposisi Nexta di aplikasi perpesanan Telegram hingga tahun lalu.
Dia dimasukkan dalam daftar "individu yang terlibat dalam kegiatan teroris" oleh pemerintah di Belarus.
Sebelumnya, protes massal meletus di seluruh Belarus setelah Lukashenko mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden 9 Agustus. Hasil itu secara luas dikecam sebagai kecurangan, yang kemudian diikuti dengan tindakan keras.
Protes telah dihentikan dan para pemimpin oposisi telah dikirim ke penjara atau ke pengasingan.
Baca juga: Presiden Belarus Ancam Penuhi Eropa dengan Migran
Dalam wawancara yang disiarkan pada Kamis malam (3/6/2021), Protasevich mengatakan berusaha menggulingkan Lukashenko. Dia juga mengaku berbicara kepada saluran televisi atas kehendaknya sendiri.
Meski banyak mengkritik Presiden Lukashenko, Protasevich mengklaim ”mulai mengerti bahwa Lukashenko melakukan hal yang benar dan saya tentu saja menghormatinya."
Di akhir wawancara, dia menangis dan mengatakan berharap suatu hari akan menikah dan memiliki anak.
Kepada AFP TV, Ayah dari jurnalis tersebut mengaku sedih melihat wawancara itu.
"Saya mengenal putra saya dengan sangat baik dan saya yakin dia tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu. Mereka menghancurkannya dan memaksanya untuk mengatakan apa yang dibutuhkan," katanya.
"Tidak ada yang harus percaya kata-kata itu karena itu (hasil dari) pelecehan dan penyiksaan terhadap anak saya."
Pemimpin oposisi yang diasingkan Svetlana Tikhanovskaya juga memiliki pandangan serupa.