NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Seorang pejabat dari partai pimpinan de facto Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi, telah meninggal dalam tahanan militer menurut sebuah kelompok pengawas pada Rabu (10/3/2021).
Kasus ini merupakan kematian kedua saat dalam penahanan pasukan junta minggu ini. Junta diduga mulai melakukan tindak kekerasan terhadap para pejabat pro-demokrasi dalam penahanan pasca kudeta.
Kematian tersebut telah menimbulkan keprihatinan tentang kondisi dan perlakuan yang diterima para tahanan dalam penahanan.
Sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari, pasukan keamanan dengan cepat bergerak untuk membungkam perbedaan pendapat. Mereka menangkap pejabat pemerintah, pengunjuk rasa, jurnalis, pegawai negeri dan pekerja LSM, serta media independen yang tertindas.
Banyak orang telah diambil secara sewenang-wenang dalam penggerebekan malam hari.
Hingga kini keluarga mereka tidak tahu di mana orang yang mereka cintai, atau bagaimana kondisi mereka, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melansir CNN pada Rabu (10/3/2021).
Human Rights Watch mengatakan orang-orang yang “dihilangkan” secara paksa lebih mungkin menjadi sasaran penyiksaan atau penganiayaan, daripada orang lain yang ditangkap.
Anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Zaw Myat Lynn meninggal dalam tahanan pada Selasa (9/3/2021).
Sekutu Suu Kyi itu sebelumnya ditangkap di kota terbesar Yangon, menurut laporan Reuters, mengutip anggota parlemen yang digulingkan Ba Myo Thein.
Baca juga: Serukan Aung San Suu Kyi Dibebaskan, Dubes Myanmar untuk Inggris Dipulangkan
Asosiasi Bantuan Kelompok Pengawas untuk Tahanan Politik (AAPP) merilis pernyataan yang menyatakan "Zaw Myat Lynn, yang adalah kepala sebuah lembaga pendidikan, diumumkan meninggal hari ini karena cedera, yang disebabkan penyiksaan setelah penggerebekan malam hari yang sewenang-wenang."
Penyebab pasti kematian masih belum diketahui, tetapi AAPP menambahkan Zaw Myat Lynn menjadi sasaran pemukulan.
Sesaat sebelum penangkapannya, Zaw Myat Lynn mengunggah siaran langsung di Facebook. Dalam video itu berkata, "Saya ingin mendorong semua warga negara di seluruh negeri, untuk bersama kami melakukan protes siang dan malam selama 24 jam melawan kediktatoran."
Dia mendesak orang-orang untuk terus memerangi tentara, dengan mengatakan "kami akan mempertaruhkan hidup kami untuk mengalahkan mereka."
Hal itu menurutnya perlu dilakukan untuk menunjukkan kepada komunitas internasional termasuk PBB dan badan lainnya, bahwa warga Myanmar menginginkan demokrasi.
“kami menghargai demokrasi sebagai hal yang paling berharga dalam hidup kami," tegasnya.