Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Bisnis yang Danai Kudeta Militer Myanmar

Kompas.com - 09/03/2021, 20:11 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Militer Myanmar yang melancarkan kudeta pada 1 Februari lalu, didanai oleh sebagian besar anggaran nasional. Namun, mereka juga diam-diam mendapat banyak pemasukan dari kepentingan bisnis yang tersebar di mana-mana.

Di Indoor Skydiving Centre, tempat wisata yang populer di Yangon, pengunjung dapat merasakan sensasi melompat dari pesawat dengan terowongan angin vertikal.

Namun, tidak banyak orang yang mencoba atraksi ini menyadari bahwa itu adalah bagian dari kerajaan bisnis raksasa yang dijalankan oleh militer, bisnis yang tak terpisahkan dari kehidupan nasional.

Para pengamat berpendapat bahwa jejaring bisnis ini memungkinkan kudeta Myanmar terjadi, dan menjatuhkan akuntabilitas militer, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Selasa (9/3/2021). 

Para pengusaha sipil berbicara tentang lingkungan seperti "Sisilia di bawah kekuasaan Mafia", sementara para aktivis mengatakan bahwa reformasi demokrasi hanya mungkin jika "tentara kembali ke barak".

Baca juga: Militer Myanmar Gerebek Pedemo Anti-kudeta sampai ke Kamar Rumah

Dua konglomerat yang mendanai militer

Militer Myanmar, Tatmadaw, mulai terlibat dalam bisnis setelah kudeta sosialis Ne Win pada 1962.

Selama bertahun-tahun, batalion militer diharuskan untuk berdikari dan didorong untuk mengembangkan modal dalam usaha lokal untuk membiayai operasi mereka.

Meskipun praktik ini telah dihentikan secara bertahap, dua konglomerasi dijalankan oleh militer didirikan pada 1990-an ketika pemerintah memulai privatisasi perusahaan-perusahaan industri milik negara.

Kedua organisasi, Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEL), sejak itu menjadi sumber pendapatan yang penting bagi Tatmadaw, dengan saham di mana-mana mulai dari bank dan tambang hingga tembakau dan pariwisata.

MEHL juga mengelola dana pensiun militer.

Beberapa pemimpin militer dan keluarga mereka juga punya saham di banyak perusahaan, dan pernah mendapat sanksi di masa lalu.

Aung Pyae Sone, putra pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing, punya beberapa perusahaan, termasuk resor pantai, dan memegang saham mayoritas di operator telekom nasional Mytel.

Sejauh mana kepentingan bisnis ini sulit dipastikan. Namun para pakar mengatakan bahwa pengaruh bisnis militer tetap signifikan, kendati reformasi demokrasi baru-baru ini, dan kudeta mungkin sebagian merupakan usaha untuk melindungi kepentingan-kepentingan bisnis ini.

Baca juga: Suster Ann Roza Kembali Berlutut demi Lindungi Demonstran yang Ditembaki Aparat Myanmar

Terlindung dari akuntabilitas

Sedikit yang kita ketahui tentang jangkauan finansial militer baru muncul ke permukaan dalam beberapa tahun terakhir.

Laporan PBB pada 2019, dipicu oleh tindakan keras Myanmar terhadap komunitas Rohingya, menyimpulkan bahwa pendapatan bisnis memperkuat kemampuan militer untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan impunitas.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com