Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NATO Minta Rusia Ungkap Program Agen Saraf Novichok yang Diduga jadi Senjata Kimia Racuni Navalny

Kompas.com - 05/09/2020, 10:32 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber BBC.com

BRUSSEL, KOMPAS.com - NATO telah meminta Rusia untuk mengungkapkan program agen saraf Novichok kepada pengawas internasional, setelah insiden aktivis anti-korupsi Rusia, Alexei Navalny keracunan.

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan para anggota bersatu dalam mengutuk serangan "mengerikan" itu, menurut laporan yang dilansir BBC pada Jumat (4/9/2020).

Stoltenberg menambahkan ada "bukti tanpa keraguan" bahwa agen saraf Novichok telah digunakan untuk melawan Navalny.

Baca juga: 2 Jam Dramatis Penyelamatan Alexei Navalny dari Keracunan di Langit Siberia

Namun, Rusia menolak diagnosis yang diberikan oleh dokter yang menangani Navalny di Jerman.

Berbicara setelah pertemuan darurat NATO, Stoltenberg mengatakan Kremlin "harus sepenuhnya bekerja sama dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) dalam penyelidikan internasional yang tidak memihak".

"Kami juga meminta Rusia untuk memberikan pengungkapan lengkap program Novichok kepada OPCW," tambahnya.

Baca juga: Presiden Belarusia: Insiden Alexei Navalny Keracunan telah Dipalsukan

Agen saraf era Soviet juga digunakan untuk meracuni mantan mata-mata Sergei Skripal dan putrinya di Inggris pada 2018.

Inggris menuduh intelijen militer Rusia melakukan serangan itu, sebagai bagian dari upaya yang terorganisasi untuk melenyapkan lebih dari 100 diplomat dan mata-mata Rusia di 20 negara.

Namun, Rusia membantah keterlibatannya.

Baca juga: Tanggapi Kasus Navalny, OPCW Nyatakan Siap Melibatkan Diri

Kali ini, Stoltenberg menekankan bahwa keracunan Navalny, terjadi di Rusia dan bukan di negara anggota NATO, berbeda dengan kasus yang terjadi terhadap Skripal.

"Kami sangat yakin bahwa ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional (melarang penggunaan senjata kimia apa pun), sehingga memerlukan tanggapan internasional, tetapi saya sekarang tidak akan berspekulasi tentang tanggapan internasional seperti apa," ujarnya.

Sementara, beberapa anggota parlemen senior Rusia menolak tuntutan terbaru NATO.

Baca juga: Selain Alexei Navalny, Berikut Kasus Lain yang Melibatkan Racun Saraf Novichok

"Sampai para ahli mengkonfirmasi atau menolak penggunaan zat kimia yang tunduk pada Konvensi Senjata Kimia, seruan untuk melibatkan OPCW muncul, dalam pandangan saya, kasus ini telah dipolitisasi," kata Konstantin Kosachev dari Dewan Federasi Rusia.

Navalny, seorang juru kampanye anti-korupsi, telah lama menjadi sosok oposisi yang paling menonjol di Rusia terhadap Presiden Vladimir Putin.

Navalny diketahui jatuh sakit pada bulan lalu, saat berada dalam penerbangan dari Siberia ke Moskwa.

Baca juga: Kremlin Bantah Klaim bahwa Navalny Diracun dengan Novichok

Pesawat melakukan pendaratan darurat di Omsk dan pejabat Rusia dibujuk untuk memberikan izin Navalny diterbangkan ke Jerman 2 hari kemudian.

Kremlin mengatakan belum melihat data Jerman tentang kondisi Navalny, sehingga masih menolak diagnosis keracunan itu.

Sejak peristiwa tersebut, Uni Eropa meminta penyelidikan "transparan" yang dilakukan oleh pemerintah Rusia.

Dewan Keamanan Nasional AS, juga telah mengklaim untuk "bekerja dengan sekutu dan komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban mereka di Rusia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com