KOMPAS.com - Ada banyak masyarakat Indonesia yang harus menjalani bulan Ramadhan di luar negeri karena ada keperluan tertentu.
Tentu ada tantangan bagi siapa saja yang menjalani ibadah puasa di negara orang. Mulai dari durasi puasa yang berbeda dengan Indonesia hingga makanan negara lain yang belum tentu cocok di lidah orang Indonesia.
Seperti yang dialami Dosen Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi, Thohawi Elziyed Purnama yang saat ini tengah menempu studi di Turkiye.
Thohawi Elziyed Purnama saat ini sedang mengambil studi doktoral di Departemen Zoologi, Institut Sains dan Teknologi, Zooloji Anabilim Dalı, Fen Bilimleri Enstitüsü, Eskişehir Osmangazi Üniversitesi.
Baca juga: Agar Badan Tidak Lemas Saat Puasa, Dosen Unesa Sarankan Hal Ini
Thohawi mengungkapkan, suasana Ramadhan di Turkiye tahun ini diselimuti musim dingin dengan suhu berkisar antara -9 hingga 7 derajat celsius.
Durasi puasa selama 14 hingga 15 jam menjadi tak terasa. Selama puasa, jam sahur berakhir pada pukul 05.00 dan berbuka pada pukul 20.00 waktu setempat.
"Lain halnya jika bulan Ramadhan jatuh pada musim panas, maka durasi berpuasa akan lebih lama," kata Thohawi Elziyed Purnama, dikutip dari laman Unair, Senin (25/3/2024).
Meski menjalani ibadah puasa jauh dari rumah, Thohawi berusaha melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di Indonesia selama bulan Ramadhan.
Termasuk melakukan ibadah tarawih. Thohawi mencari mana tarawih yang paling efektif seperti pada umumnya.
Perbedaan tawarih di Turkiye adalah jumlah jemaah di masjid. Karena masjid hanya ramai oleh jemaah pria, sedangkan jemaah wanita shalat di rumah.
"Sekularisme yang kuat membuat suasana riuh tadarus dan ngabuburit tidak tampak. Bahkan, melihat orang makan minum siang hari dalam keramaian pun biasa," terang Thohawi.
Baca juga: Biaya Kuliah di IPB, Cek Rincian UKT dan Uang Pangkalnya
Menurut dia, tantangan utama yang dihadapi selama puasa di Turkiye adalah perbedaan jenis kuliner untuk makan berbuka ataupun sahur.
"Yang jelas makanan adalah tantangan menyesuaikan kondisi selama puasa. Sahur dengan roti dan keju mungkin sangat cukup bila sudah beradaptasi dengan baik," imbuh Thohawi.
Menurut Thohawi, Turkiye menganut sistem pendidikan European Credit Accumulation and Transfer System dan European Higher Education Area (Bologna Process).
Kurikulum tersebut mempertajam kemampuan sesuai minat program studi, kebebasan magang, dan bekerja dalam industri.