Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lulus S3 Psikologi, Silva Liem Amati Perilaku BABS pada Masyarakat Penghasilan Rendah

Kompas.com - 24/01/2024, 19:19 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya menggelar sidang promosi Doktor Psikologi dengan Silva Liem sebagai Promovenda pada Senin (22/1/2024).

Silva Liem merupakan pemerhati masalah Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) yang pernah dipercaya oleh World Bank, Asian Development Bank (ADB), UNICEF, Water.org, dan USAID yang berhasil mempublikasikan karya dan berperan sebagai reviewer di Scopus indexed International Journal seperti American Journal of Health Promotion (Q1), Journal of Water, Sanitation, and Hygene for Development (Q2), Children and Society (Q2).

Di sidang promosi Doktor Psikologi, dia menyampaikan disertasi berjudul 'Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Persepsi Kendali, dan Promosi Kesehatan terhadap Intensi Implementasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dengan Intensi sebagai Mediator".

Baca juga: Generasi Muda Indonesia yang Lanjut S2-S3 Masih Sedikit, Kalah dari Vietnam

Silva mengamati perilaku BABS pada masyarakat yang berpendapatan dan berpendidikan rendah di sebuah desa di Jawa Barat.

Penelitian yang dilakukannya bertujuan untuk menelaah. apakah faktor internal seperti sikap, norma subyektif, dan persepsi kendali, maupun faktor eksternal misalnya promosi kesehatan, mampu berkontribusi terhadap niat individu untuk stop BABS maupun tindak untuk mewujudkan niatnya tersebut.

"Saya berpikir bukan hanya perilaku BABS yang perlu kita edukasikan, tapi juga termasuk alternatif lain apa yang bisa ditawarkan bagi mereka dengan kondisi finansial yang kurang mampu. Kita bisa merangkul para tokoh agama sebagai perantara dalam menyampaikan informasi mengenai sanitasi air," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/1/2024).

Umumnya, kata dia, BABS merupakan perilaku yang tidak sehat, memalukan, bahkan melanggar norma agama. Namun untuk kelompok masyarakat yang ditelitinya, perilaku BABS menawarkan kenyamanan, kesempatan bertemu dengan teman, juga manfaat ekonomis, termasuk menghemat pakan ikan dan biaya membangun WC.

Terlepas dari manfaat tersebut, BABS juga dikaitkan dengan kesehatan dan status gizi anak, khususnya pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Upaya Pemerintah menurunkan angka kejadian stunting dihadapkan pada setidaknya tiga kendala. Pertama, persepsi masyarakat tentang postur pendek anak-anak yang diyakini sebagai 'bawaan dari sananya".

Kedua, istilah stunting yang kurang familiar di telinga masyarakat. Ketiga, dampak BABS sebagai faktor risiko stunting masih terbatas pada kajian ilmiah dan belum banyak tersampaikan kepada masyarakat umum.

Baca juga: Kisah Mira, Gapai Gelar Doktor di UB dengan IPK 4,00

Tiga kendala ini berkaitan dengan promosi kesehatan. Sementara itu diperlukan juga pemahaman atas faktor yang memengaruhi warga untuk mau berhenti BABS, baik yang berasal dari dalam diri individu seperti sikap, tuntutan orang sekitar, dan keyakinan atas kemampuan diri, maupun faktor eksternal berupa informasi yang diterima tentang dampak BABS bagi kesehatan anak.

Secara praktis, penelitian tersebut merupakan sebuah masukan bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam mengedukasi masyarakat tentang BABS sebagai faktor risiko stunting, serta dalam merancang intervensi untuk mengubah perilaku BABS menjadi BAB di WC Sehat.

"Promosi kesehatan cukup sukses menyampaikan sisi negatif BABS, sehingga sudah banyak pula yang menjadikan stop BABS sebagai goal intention/GI, sebuah tujuan yang ingin realisasikannya ("the what"). Namun mempertimbangkan marjinalitas warga, GI stop BABS perlu didukung dengan implementation intention (II) atau 'the how'," jelas dia.

Baca juga: Prof. Yuda Turana Jadi Rektor Unika Atma Jaya Periode 2023-2027

"Dengan kata lain, kegiatan promosi kesehatan layaknya mencakup informasi yang memperkenalkan alternatif skema pembiayaan demikian bagi calon kreditur maupun debitur sehingga warga pra-sejahtera pun dapat memiliki sarana sanitasi dan stop berperilaku BABS," tutup Silva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com