Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen FK UMM Beberkan Tentang Down Syndrome, Orangtua Perlu Paham

Kompas.com - 11/11/2023, 06:07 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Seringkali kita bertemu dengan anak yang mengalami down syndrome. Sebenarnya apa itu down syndrome?

Menurut dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dr. Annisa' Hasanah Sp.A, M.Si., down syndrome adalah suatu penyakit yang terkait dengan kelainan kromosom.

Kromoson yang ini diberi nama Kromosom nomor 21. Down syndrome juga disebut sebagai penyakit wajah sedunia, sebab wajahnya yang mirip-mirip. Bahkan beberapa perilaku anak down syndrome memang terlihat lebih hiperaktif.

Baca juga: Di UMM, Ribuan Tokoh Antar Umat Beragama Serukan Persatuan

Ciri down syndrome

Selain itu terdapat beberapa ciri fisik anak down syndrome yang dapat dilihat, yaitu:

  • memiliki telinga yang lebih kecil dan lebih rendah
  • bentuk kepala belakang lebih rata
  • jarak antar mata yang jauh
  • mata terbelalak
  • hidung yang pesek
  • mulut yang terlihat lebih kecil
  • lidah lebih tebal dan pendek
  • leher lebar dan pendek
  • kaki tangan dan jari yang pendek

"Selain itu, jarak antara jempol dengan jari kaki lainnya yang jauh juga merupakan ciri fisik lainnya. Anak down syndrome hanya memiliki satu garis pada telapak tangannya, hal ini sebut sebagai simian crease," ujarnya dilansir dari laman UMM, Selasa (7/11/2023).

Dijelaskan Annisa, pengidap down syndrome biasanya memiliki kelainan atau gangguan seperti gangguan pendengaran, ganguan jantung bocor, penyakit jantung bawaan, gangguan pernafasan, hingga gangguan pencernaan.

Untuk mengetahui berbagai hal tersebut, harus dilakukan screening pada anak. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, sebab terkait dengan kromosom atau genetik.

"Namun, gejala-gejala yang ada bisa ditangani dengan lebih cepat jika kita mengetahuinya lebih awal," kata dia.

Baca juga: Dosen UMM: Ada 4 Faktor Anak Muda Memutuskan Mengakhiri Hidup

Selain itu, anak down syndrome mungkin memang akan mengalami keterlambatan dalam berbicara dan berkembang. Namun, bukan berarti mereka tidak pintar.

Ia mengatakan bahwa mereka juga bisa diajari bermain musik, belajar seperti anak-anak pada umumnya. "Jika ditangani dan di terapi dengan tepat, maka kemampuannya dapat di optimalkan," tegasnya.

Dikatakan bahwa tidak ada terapi khusus untuk anak down syndrome. Namun penanganan anak down syndrome ini harus holistik atau melibatkan banyak orang.

Mulai dari orang tua, keluarga besar, dokter, hingga psikolog. Lalu yang tidak kalah penting adalah komunitas down syndrome.

Pada komunitas ini, orang tua bisa bergabung dan saling sharing sehingga mereka tidak merasa sendiri.

"Kita juga butuh dokter rehabilitas medis karena anak ini harus di fisioterapi, sebab adanya keterlambatan bicara. Jadi, benar-benar banyak bidang keilmuan yang terlibat dalam penanganan anak down syndrome ini," tuturnya.

Jenis down syndrome

Sedangkan down syndrome sendiri ada tiga jenis, yakni:

  • trisomi reguler
  • mozaik
  • translokasi

Trisomi reguler yang paling sering terjadi, bahkan mencapai 94 persen dari total populasi yang mengalai down syndrome. Tetapi, secara gejala hingga penanganannya tidak ada yang berbeda.

Untuk itu Annisa menganjurkan para ibu untuk melakukan sreening, utamanya pada masa-masa sebelum hamil dan pada saat kehamilan.

Ketika telah terdeteksi lebih awal, maka dokter anak bisa langsung melakukan penanganan yang sesuai.

Baca juga: Dosen UMM: Cacingan Bikin Anak Tidak Cerdas

Tentu tujuan screening itu agar tidak ada keterlambatan dalam penanganan. Misalnya ada jantung bocor ataupun gangguan pendengaran, bisa segera ditangani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com