Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prof. Gayus: Reformasi Hukum Urgen Dilakukan dan Jadi Kewenangan Presiden

Kompas.com - 19/10/2022, 21:45 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof. Gayus Lumbuun mengatakan agenda reformasi hukum yang diperintahkan Presiden kepada Menko Polhukam perlu dipahami secara konkret sebagai mereformasi hukum di bidang peradilan.

Prof. Gayus menilai, ukuran hukum dapat ditegakkan melalui putusan-putusan peradilan.

Pernyataan ini disampaikan Prof. Gayus pada Seminar Nasional Darurat Peradaban Hukum yang digelar Unkris bekerja sama dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), pada Rabu (19/10/2022).

Seminar nasional tersebut diikuti oleh sekitar 250 peserta yang hadir secara luring di kampus Unkris dan lebih dari 1.000 peserta yang hadir secara daring.

Seminar nasional menghadirkan pembicara kunci Guru Besar UI Prof. Jimly Asshiddiqie, Prof. Gayus Lumbuun, Ketua Umum Peradi Prof. Otto Hasibuan dan Wakil Dekan I Fakultas Hukum Unkris Hartanto.

Lebih jauh Prof. Gayus menjelaskan tidak mudah membongkar dan membenahi lembaga peradilan yang selalu berlindung dengan dalih independensi hakim yang seolah-olah tidak dapat disentuh kekuasaan lain termasuk Presiden sebagai Pimpinan Tertinggi RI.

Fakta tertangkapnya Hakim Agung melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK baru-baru ini menurut Prof. Gayus merupakan pukulan telak dan berat terhadap lembaga puncak dari "benteng keadilan Indonesia".

Di samping itu masih muncul fakta 85 hakim dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi telah dijatuhi sanksi oleh Komisi Yudisial pada rentang waktu antara Januari hingga November tahun 2021.

“Jumlah tersebut akan bertambah pada tahun 2022 ini,” tambah Prof. Gayus.

Menurut Prof Gayus, situasi darurat peradaban hukum ini akan menimbulkan kerugian masyarakat banyak baik di dalam maupun di luar negeri dalam kaitan dangan investasi.

Baca juga: Pemerintah Akan Bentuk Konsep Besar Sistem Lembaga Peradilan Indonesia

Sengketa hukum di pengadilan dengan fakta pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur peradilan juga akan membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia akan menurun.

Karena itu, menurut Prof. Gayus, reformasi hukum menjadi sangat urgen dilakukan dan ini menjadi kewenangan Presiden.

“Berdasarkan konsep Negara Hukum yang berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 di mana bentuk Negara Presidensial menempatkan Presiden RI sebagai Pimpinan Tertinggi Negara Hukum memberikan kewenangan kepada Presiden untuk melakukan reformasi hukum,” lanjut Prof Gayus.

Di lingkungan peradilan di mana Mahkamah Agung (MA) merupakan lembaga tertinggi, lanjut, Prof Gayus, telah membuat road map disebut sebagai Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035.

Namun langkah tersebut tidak mampu meningkatkan kualitas hakim termasuk Hakim Agung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com