Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Catatan Penting Penelitian PSPP UMJ terkait Polemik Mata Uang Asing di Perbatasan

Kompas.com - 03/09/2022, 11:09 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir (PSPP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bersama Bank Indonesia (BI) melakukan penelitian mengenai "Awareness Penggunaan Rupiah di Daerah Perbatasan Sebatik Nunukan Kalimantan Utara" pada Maret-April 2022.

Tim survei tersebut diketuai Endang Rudiatin dengan multidispliner yaitu Meisanti, Sugiatmi, dan Mawar.

Riset tersebut dilatar belakangi potensi beredarnya mata uang asing sebagai alat pembayaran di kawasan perbatasan.

Misal kasus di wilayah Sebatik, ada dua mata uang yaitu Rupiah Indonesia (Rp) dan Ringgit Malaysia (RM), yang akhirnya menimbulkan persaingan antara Rupiah dan Ringgit di perputaran ekonomi masyarakat lokal.

Lebih lanjut, sesungguhnya penggunaan Rupiah telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 dan Surat Edaran (SE) No.17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa persepsi dan perilaku masyarakat terhadap Rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi ketergantungan ekonomi dengan negara Malaysia.

Selanjutnya, hasil analisa pengetahuan masyarakat perbatasan tentang peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan mata uang selain Rupiah, ditemukan bahwa secara enkulturasi masyarakat lokal hanya mengetahui bahwa Ringgit dapat diperlakukan sama dengan Rupiah sebagai alat tukar dan berlaku dalam transaksi perdagangan.

Bagi mereka ketiadaan larangan dari aparat pemerintah sama dengan mengizinkan membuat aturan sendiri tentang penggunaan Rupiah.

Baca juga: Rintis Bisnis Thrift, Mahasiswa UNS Raup Omset Jutaan Rupiah

Endang Rudiatin dan kawan-kawan menjelaskan bagaimana penggunaan Rupiah di perbatasan sebagai alat pembayaran. Dari survei didapatkan fakta bahwa para pelintas batas terutama para pedagangnya baik kecil maupun besar, memiliki dwi identitas yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia dan Identity Card (IC) Malaysia, yang dipicu dari kesenjangan tingkat kesejahteraan di antara dua negara Indonesia-Malaysia.

Selain itu, banyaknya para pelintas batas memiliki kewarganegaraan ganda untuk kebutuhan kesejahteraan dan upaya melindungi hak asasi warga negara terhadap status kewarganegaraan.

Hal itu tentu tidak memungkinkan bagi Indonesia yang menganut satu kewarganegaraan.

Riset kualitatif tentang awareness terhadap penggunaan Rupiah masih sangat jarang, apalagi yg terkait gerakan Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah.

Para peserta FGD pun memberikan validasi terhadap pemaparan hasil penelitian bahwa das Sollen das Sein penggunaan Rupiah terhadap mata uang asing di Sebatik masih belum seimbang.

Bahkan penegakkan hukum terhadap pengguna mata uang asing di Sebatik belum sepenuhnya dijalankan.

Kepala DPU BI Marlison Hakim menilai FGD ini sangat bermanfaat bagi para tokoh masyarakat dan aparat yg ikut sebagai peserta.  Ia juga mengakui kegiatan FGD ini menumbuhkan jiwa nasionalisme untuk menjaga Rupiah sebagai kedaulatan bangsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com