Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GSM: Sekolah Mengajarkan Hal Tidak Relevan dengan Dunia Kerja Masa Depan

Kompas.com - 12/01/2022, 15:21 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengungkapkan sekolah hingga saat ini masih mengajarkan hal-hal yang tidak relevan dengan dunia kerja masa depan. Untuk itu, GSM menegaskan urgensi perubahan paradigma pendidikan.

Pernyataan ini disampaikan Muhammad Nur Rizal, Founder GSM, di hadapan 218 Kepala Sekolah SMK, Kepala Dinas Pendidikan dalam Rapat Kerja Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMK DIY pada 11 Januari 2022.

Secara tegas Nur Rizal menyampaikan pentingnya perubahan paradigma pendidikan guru agar lebih mengedepankan pengembangan diri siswa secara utuh.

"Hal ini diperlukan agar generasi kita tidak menjadi generasi yang irrelevan di tengah perubahan dunia kerja yang akibat disrupsi teknologi," ujar Nur Rizal.

Menurut Nur Rizal, generasi yang irrelevan dimaknai sebagai generasi yang tidak memiliki kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja di masa mendatang.

Hal ini disebabkan perkembangan pesat kemampuan kecerdasan buatan untuk menggantikan pekerjaan high labor skill.

“Kecerdasan buatan diprediksi mampu meretas otak manusia dalam bekerja dengan kemampuan algoritma komputasinya yang semakin tinggi. Hal ini dapat berpotensi untuk menggantikan segala jenis keterampilan yang dimiliki oleh manusia.” jelas Nur Rizal.

Kecerdasan buatan vs SDM

Lebih jauh Nur Rizal menyampaikan, fenomena ini sejalan data McKenzie Global Institute yang mengemukakan biaya penggunaan kecerdasan buatan turun hingga mencapai 65 persen sedangkan biaya penggunaan tenaga manusia justru naik dari 2 persen hingga 15 persen.

Potret ini menggambarkan penggunaan kecerdasan buatan yang jauh lebih efisien daripada penggunaan tenaga manusia.

Baca juga: Dear Orangtua, Bekali Anak dengan Keterampilan Berikut agar Bisa Bersaing dengan Robot dan Mesin di Dunia Kerja

Nur Rizal menekankan, apabila tidak ada pergeseran paradigma pendidikan dalam menyediakan SDM relevan, hal ini berpotensi pada meningkatnya angka pengangguran di berbagai sektor, bahkan yang membutuhkan high labor skill, sebab biaya kecerdasan buatan jauh lebih murah.

Data yang lain juga menunjukkan disrupsi teknologi mengakibatkan 45 persen hingga 47 persen tenaga kerja membutuhkan upskilling dan reskilling agar relevan dengan dunia kerja yang baru.

"Padahal, komputasi kecerdasan buatan akan jauh lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan upskilling dan reskilling ini daripada mengubah kemampuan manusia itu sendiri," tambah Rizal.

Perubahan cepat ini dianalogikan Nur Rizal seperti hilangnya pekerjaan seperti di pabrik, sebagai customer service dan teller bank di masa mendatang karena sudah digantikan kecerdasan buatan.

"Dalam 10–20 tahun lagi, manusia didorong untuk menguasai programming atau desain visual yang notabene merupakan keterampilan baru dan membutuhkan usaha keras untuk menguasainya," ujarnya.

Namun, meskipun setelah menguasainya, bisa jadi dalam 10 tahun ke depan lagi keterampilan itu sudah tidak dibutuhkan karena kecerdasan buatan lebih canggih akan menggantikan peran tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com