Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GSM: Sekolah Mengajarkan Hal Tidak Relevan dengan Dunia Kerja Masa Depan

Kompas.com - 12/01/2022, 15:21 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

"Inilah yang dimaksud sebagai sekolah saat ini mengajarkan sesuatu yang sebetulnya irrelevan dengan kebutuhan dunia kerja yang berganti dengan sangat cepat," ungkap Nur Rizal.

Peringatan bagi dunia pendidikan

“Fenomena-fenomena ini harus menjadi peringatan bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk merevolusi cara mengajar dan cara belajar siswanya untuk menghasilkan SDM yang kompetitif di masa depan agar tidak tergantikan oleh kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bioteknologi," tegas Nur Rizal.

Nur Rizal menyampaikan Yuval Noah Harari dalam bukunya “21 Lesson for the 21st Century”, perlu penekanan baru bagi dunia pendidikan untuk menghadapi permasalahan ini.

Dunia pendidikan sudah seharusnya untuk lebih berorientasi pada pengembangan kesadaran diri agar setiap siswa mampu mengelola kondisi emosi sekaligus meningkatkan keterampilan sosialnya.

Baca juga: Percepat Lulusan Terserap Dunia Kerja, UGM Gandeng Ratusan Mitra

 

Hal ini diperlukan agar siswa memiliki keseimbangan mental untuk menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat, atau tekanan kebutuhan kerja yang berubah dengan sangat cepat.

Oleh karena itu, di setiap workshop GSM, topik-topik pedagogi seperti Self-Regulated Learning dan Social Emotional Learning menjadi pelatihan utama.

"Pedagogi inilah yang mampu membangun kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri, mengeksplorasi berbagai macam pengetahuan dan perspektif, sekaligus mengolah informasi menjadi nilai tambah, tidak hanya menjadi pengepul informasi," jelasnya.

Dengan SRL dan SEL, lanjut Nur Rizal, siswa akan punya kesadaran belajar terus menerus agar pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki relevan dengan kebutuhan dan tantangan ke depan.

Selain itu, penekanan untuk membangun penalaran dan metakognisi siswa sehingga mereka bisa bereksplorasi sekaligus mengolah informasi dengan ilmiah menjadi penekanan setiap workshop GSM.

"Kemampuan ini dipercaya jauh lebih dibutuhkan daripada sekedar menguasai konten pengetahuan. Untuk itu, guru-guru didorong lebih mengajarkan tentang kemampuan berfikir generalis, yaitu menghubungkan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain," ujarnya.

Sebab, persoalan tidak bisa hanya dikerjakan oleh satu disiplin ilmu. Maka, spesialisasi perlu untuk dipertimbangkan kembali oleh sekolah sebagai fokus utama.

Makna belajar sesungguhnya

“Relevansi kompetensi dengan kebutuhan dunia kerja sangat diperlukan agar siswa bisa memanfaatkan pengetahuan atau ketrampilannya untuk menjadi problem solver atas berbagai persoalan yang muncul dengan tiba-tiba dan mungkin belum pernah ada sebelumnya.

"Kesadaran atas penalaran ini akan membangun kesadaran batin sehingga siswa akan merasa bermakna dalam mengarungi hidup,” ungkap Nur Rizal.

Pendiri GSM ini juga menekankan, “kebermaknaan inilah yang sebenarnya harus menjadi tujuan utama bagaimana dunia pendidikan harus diarahkan dan dijalankan. Sebab, mendapatkan kebermaknaan hidup merupakan PR besar yang akan dialami generasi mendatang yang berakibat menjadi generasi yang irrelevan.”

Menanggapi permasalahan ini, sekolah harus bertransformasi lebih adaptif dan fleksibel terhadap hal-hal baru.

Baca juga: Bangun Jembatan Dunia Kerja, Puspresnas Gelar Lomba Kompetensi Siswa 2021

 

Nur Rizal mengajak para peserta Raker MKKS ini untuk menjadikan ekosistem sekolahnya seperti tenda yang mudah dilipat dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain ketika terjadi bencana atau tsunami.

Bukan seperti gedung dengan pondasi yang sangat kuat dan kaku. Untuk itulah peran GSM dibutuhkan untuk menjadi wadah bagi kepala sekolah yang ingin bertransformasi mengubah mindset dan perilaku di dalam mengelola sekolah agar lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan masa depan.

Nur Rizal berharap bahwa komunitas GSM ini akan tumbuh dan berkembang secara organik mewadahi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan secara operasional oleh kepala sekolah di dalam bertransformasi.

"Sehingga, perubahan paradigma ini bukan karena adanya kebijakan baru dari atas, tetapi karena kesadaran diri yang berasal dari diri kepala sekolah atau guru-guru di Indonesia. Itulah yang disebut dengan makna merdeka belajar yang sesungguhnya," tutup Nur Rizal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com