Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unpad Jelaskan Bahaya Menghirup Abu Vulkanik Gunung Semeru

Kompas.com - 09/12/2021, 20:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu, (4/12/2021) lalu berdampak pada banyak hal.

Selain berdampak pada ekonomi, kehidupan sosial dan psikologis pengungsi, juga berdampak pada kesehatan penyintas maupun relawan yang bertugas.

Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Arto Yuwono Soeroto menjelaskan komponen letusan gunung berapi biasanya mengandung partikel dan gas.

Partikel tersebut salah satunya mengandung silika. Dalam keadaan akut, silika rentan menimbulkan berbagai gangguan pada saluran pernapasan.

Baca juga: Webinar IPB: Seperti Ini Pertolongan Pertama pada Gigitan Ular

“Pada orang yang tidak punya riwayat penyakit paru, debu-debu vulkanik dalam keadaan akut bisa bikin iritasi mata, hidung, tenggorokan, dan saluran napas,” kata Aryo, dilansir dari laman Unpad.

Sementara bagi yang punya penyakit dasar di paru-paru, di antaranya asma hingga penyakit paru obstruktif kronik, paparan debu vulkanik akan memperberat penyakit yang dideritanya.

Bahkan jika seseorang terpapar debu vulkanik dalam jangka waktu yang lama akan berisiko mengalami kelainan paru-paru silicosis.

Selain gangguan saluran pernapasan, baik relawan maupun penyintas rentan terkena penyakit infeksius. Apalagi, bencana erupsi tersebut terjadi ketika masa pandemi Covid-19. Untuk itu, Covid-19 tetap menjadi ancaman utama sel

Gunakan masker

Arto menjelaskan, guna menghindari risiko dari paparan debu vulkanik, baik relawan maupun penyintas erupsi Gunung Semeru harus tetap menggunakan masker.

Baca juga: Pakar UGM: Waspada Erupsi Susulan Gunung Semeru hingga Februari 2022

Khusus untuk relawan, Arto menyarankan untuk menggunakan masker N95. Masker ini menurutnya memiliki kemampuan paling baik dalam menyaring debu vulkanik. Penggunaan masker ini disebabkan karena relawan lebih banyak bertugas di lapangan dan di lokasi yang rentan terpapar abu vulkanik.

“Idealnya pakai masker N95, tetapi semuanya dikaitkan dengan persediaan dan biaya,” ujar Arto.

Sementara bagi penyintas yang tinggal di tenda pengungsian juga diwajibkan memakai masker. Penyintas idealnya menggunakan masker medis yang menjadi terbaik kedua setelah N95.

“Sebaiknya jangan pakai masker kain, karena proteksinya tidak besar. Tapi jika tidak ada persediaan masker medis, masker kain bisa dipakai daripada tidak memakai sama sekali,” paparnya.

Penggunaan masker medis bagi penyintas maupun relawan yang bertugas di lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru sangat diperlukan. Selain mencegah paparan debu vulkanik, penggunaan dua jenis masker ini juga mampu mencegah penyebaran Covid-19.

Baca juga: Peneliti IPB: Jahe, Kunyit, dan Temulawak Bisa Obati 30 Jenis Penyakit

Untuk itu, masyarakat wajib mematuhi protokol kesehatan sekalipun berada di lokasi pengungsian. Jika memungkinkan, ganti masker setiap empat jam sekali atau ketika masker dalam kondisi basah.

Kebutuhan nutrisi relawan dan penyintas hingga kebersihan lokasi pengungsian juga perlu diperhatikan. Hal ini untuk mencegah penyintas terkena penyakit infeksius lainnya.

Arto juga menyarankan lembaga terkait untuk memperhatikan aspek keselamatan dari ancaman debu vulkanik dengan penatalaksanaan protokol kesehatan Covid-19. “Jangan hanya mencegah debu masuk ke tenda pengungsian, tetapi perlu ditimbang juga mengenai upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com