KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim kembali menegaskan bahwa adanya Permendikbud Ristek 30/2021 sama sekali tidak mendukung apapun yang tidak sesuai dengan norma agama atau tindakan asusila.
Dalam Permendikbud Ristek 30 ini hanya menyasar kekerasan seksual sehingga harus spesifik dalam menjabarkan perilaku kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Dalam Permendikbud 30 ini kami melindungi puluhan ribu korban kekerasan seksual dan mencegah terjadinya kontinuasi terjadinya korban," kata Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual yang diadakan secara virtual, Jumat (12/11/2021).
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Lho Prospek Kerja Jurusan Administrasi Bisnis
Nadiem menerangkan, dalam Permendikbud Ristek 30 dijelaskan kekerasan seksual yang dilakukan baik secara fisik, non-fisik, verbal dan kekerasan seksual melalui teknologi informasi dan komunikasi.
"Kekerasan seksual yang dilakukan secara daring atau online ini bahkan kerap dianggap sepele. Padahal tindakan ini juga membawa dampak lebih besar untuk korban," papar Nadiem Makarim.
Nadiem menerangkan,ada empat tujuan besar dalam Permendikbud Ristek 30, yaitu:
1. Upaya untuk memenuhi hak tiap warga negara Indonesia atas pendidikan tinggi yang aman.
2. Memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas.
Baca juga: Kenapa Susu Berwarna Putih? Ini Penjelasan Pakar IPB
Menurut Nadiem, saat ini belum ada kerangka hukum. Padahal banyak sekali dosen dan rektor yang menyampaikan hal ini namun tidak tahu cara mengambil tindakan karena belum ada payung hukum. "Kemendikbud Ristek ingin memberi regulasi yang jelas agar bisa mengambil tindakan yang nyata," terang Nadiem.
3. Edukasi tentang kekerasan seksual. Dalam Permendikbud 30 ini menjelaskan apa itu victim blamming, definisi kekerasan seksual yang non-fisik dan lain sebagainya.
4. Kolaborasi antara Kementerian dan kampus untuk menciptakan budaya akademik yang sehat sesuai akhlak mulia.
Dalam Permendikbud 30 juga ini menyebut secara eksplisit 21 perilaku semua bentuk tindakan kekerasan seksual baik secara fisik, non-fisik, verbal dan teknologi informasi dan komunikasi. Semua tindakan ini akan mendapatkan sanksi.
Baca juga: Tertarik Jurusan Biomedis? Kenali Dulu Apa Itu IoMT
Nadiem menekankan, jika ada pihak yang merasa ada perkataan dalam Permendikbud 30 yang dianggap bisa melegalkan atau menghalalkan tindakan asusila, hal itu sama sekali bukan maksud dari Permen ini.
Permendikbud 30 ini tugasnya satu, mendefinisikan kekerasan seksual dan memberikan langkah pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus.
"Fokus dari Permendikbud Ristek 30 ini adalah korban, korban dan korban. Kita melihat dari perspektif korban," tegas Nadiem.
Dalam Permendikbud Ristek 30 ini, lanjut Nadiem, ada sanksi yang diberikan untuk semua bentuk perilaku kekerasan seksual. Ada gradasi sanksi mulai dari sanksi ringan hingga berat. Sanksi ringan bisa berupa teguran tertulis dan pernyataan permohonaan maaf.
Baca juga: Dosen Telkom University Berhasil Menjadi Visionary Educator 2021
Sampai sanski berat yakni pemberhentian jadi mahasiswa atau jabatan dari dosen atau yang lainnya. Gradasi sanksi ini berdasarkan perilaku yang diinvestigasi dan terlihat bahwa itu memang terjadi.
"Pelaku dengan sanksi ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling sebelum direintegrasi dalam kampus. Dan pembiayaan program konseling dibebankan kepada pelaku. Laporan hasil konseling menjadi dasar bagi pimpinan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat bahwa pelaku sudah melaksanakan sanksi yang dikenakan," tandas Nadiem.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.