Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GSM Dorong Pemerintah Buat Kurikulum Darurat Berorientasi Kebahagiaan Siswa

Kompas.com - 12/08/2021, 21:44 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah masa pandemi yang panjang ini, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mendorong Pemerintah untuk membuat "kurikulum darurat" yang orientasinya bukan hanya mengurangi beban materi namun juga capiannya membangun kebahagiaan dan kesadaran diri siswa.

Hal ini ditegaskan Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, terkait hasil survei dampak PJJ selama 1 tahun yang dilakukan GSM. Survei menunjukkan sebagian besar siswa di masing-masing jenjang (SD, SMP, dan SMA) merasakan emosi negatif selama melakukan PJJ.

Dalam survei yang dilaksanakan kepada 533 siswa SD/MI, 445 siswa SMP/MTs dan 265 siswa SMA/SMK/MA, data memmperlihatkan 57,2 persen siswa SD, 57,1 persen siswa SMP dan 70,6 persen siswa SMA lebih dominan merasakan emosi negatif selama menjalankan PJJ.

Emosi negatif yang dirasakan siswa selama PJJ antara lain; perasaan bosan, sedih, kurang memahami materi, kesulitan belajar, stres, bingung, kurang semangat, kurang puas, merasa kurang efetif, kurang nyaman, kurang bisa mengatur waktu dan merasa terbebani.

"Emosi negatif menduduki peringkat pertama hal yang dirasakan terhadap tugas-tugas dari guru selama PJJ. Semakin tinggi jenjang pendidikan, gap antara emosi positif dan negatif semakin lebar," ungkap Nur Rizal dalam konferensi pers yang digelar secara daring (10/8/2021).

Rizal menegarai hal ini disebabkan karena tugas yang disampaikan guru bukan meningkatkan kompetensi belajar malah membuat beban.

"Hal ini mengakibatkan anak merasa tidak senang dengan belajar. Merasa tidak ada keinginan belajar dan tidak produktif dalam belajar. Padahal semakin dewasa, kebutuhan kemandirian dan otonomi belajar semakin tinggi," jelasnya.

"Hal ini berdampak pada penurunan kecerdasan dalam membangun peradaban yang semakin berdampak ke learning loss,"  tegas Rizal.

Baca juga: Sekolah di Wilayah PPKM Level 4 Tidak Boleh Jalani PTM Terbatas

Kurikulum berorientasi kebahagiaan

Oleh karena itu, Rizal kembali mengharapkan Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek untuk membangun kurikulum yang berorientasi membangun kebahagiaan dan kesadaran siswa.

"Kenapa ini penting? Karena orang yang sadar dan bahagia, kasmaran terhadap terhadap belajar, dia akan punya energi lebih lebih, motivasi lebih untuk mencapainya. Peran sekolah hanya menciptakan ekosistemnya saja," ujar Rizal.

Ia menambahkan, "peran guru hanya memberi ruang saja agar passion bisa berkembang di sekolah, dalam kerangka akademi. Itu yang dilakukan sekolah dan guru karena materi pengetahuan sudah disiapkan artificial intelligence dan internet."

Narasi kuat ini, lanjut Rizal, harus mampu disampaikan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dan jajarannya hingga ke pemerintah daerah. 

"Bahwa orientasinya tidak lagi mengejar materi pengetahuan. Orientasi mengejar kebahagiaan dan kesadaran diri siswa agar pemerintah daerah tidak membuat kebijakannya sendiri," kata Rizal.

Karenanya, bagi GSM pandemi justru menjadi titik balik terjadinya pembaharuan pendidikan dan bukan sekadar bencana yang difasilitasi dengan akses internet digital.

Dalam data survei yang sama, Co-Founder Novi Chandra mengungkapkan, dukungan orangtua berupa emotional support menempati tingkat tertinggi yang didapatkan anak selama PJJ. Peran keluarga sangat kuat untuk membantu proses belajar siswa agar lebih positif dan termotivasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com