Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/09/2020, 06:14 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Terhitung enam bulan sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan belajar maupun bekerja dari rumah pada awal pandemi di bulan Maret 2020, pembelajaran jarak jauh (PJJ) kini masih menjadi pilihan satuan pendidikan di Indonesia, khususnya perguruan tinggi.

Adaptasi terus dilakukan guna menemukan metode yang tepat, yang tak hanya sekadar mengejar capaian akademis, namun juga menyajikan pembelajaran jarak jauh yang bermakna.

Meski begitu, akhir pandemi masih belum bisa diprediksi, pendidikan tinggi Indonesia masih perlu menyusun peta pembelajaran jarak jauh demi mengatasi ragam masalah sehingga potensi dan kompetensi generasi penerus bangsa bisa tetap “menyala”.

Pasalnya, sejumlah kendala masih dialami oleh mahasiswa maupun dosen selama melakukan PJJ.

Baca juga: Pendaftaran Kuota Gratis dari Kemendikbud Diperpanjang, Ini Caranya

Menurut survei pembelajaran daring yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) misalnya, mahasiswa menyatakan kualitas pembelajaran daring dan ketersampaian materi memang cukup baik, hanya saja kendala jaringan internet masih banyak terjadi.

Survei yang melibatkan 237.193 mahasiswa itu juga mendapati bahwa mahasiswa menyatakan siap daring, namun kesiapan infrastruktur belum merata.

Dalam Kompas Talk "Menyusun Peta Jalan Pembelajaran Jarak Jauh", Rabu (2/9/2020), Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam mengatakan, transformasi pembelajaran daring di pendidikan tinggi terjadi begitu cepat.

"Kita melihat konversi yang sangat cepat menuju ke pembelajaran daring. Dosen dan mahasiswa beradaptasi dengan cepat," paparnya.

Baca juga: Beasiswa S1 Tanoto Foundation, dari Biaya Kuliah hingga Tunjangan Bulanan

Dalam jangka waktu satu bulan (9 April 2020), lanjut dia, 98 persen perguruan tinggi telah melakukan pembelajaran daring.

Meski begitu, Nizam tak menampik bahwa ketersediaan kuota dan jaringan menjadi kendala selama PJJ. "Mahasiswa mengeluhkan kuota habis dalam 2-3 hari," imbuhnya.

Sejumlah kebijakan kini telah dilakukan Kemendikbud, seperti bantuan kuota untuk dosen dan mahasiswa. Serta kerja sama dengan provider untuk menggratiskan kuota di sejumlah platform pembelajaran.

Namun, Nizam tak menampik masih banyak "pekerjaan rumah" bagi pendidikan tinggi untuk sukses menuju tatanan baru. Mulai dari peningkatan mutu PJJ, penguatan dan perbaikan platform pembelajaran hingga infrastruktur jaringan.

Keliru memaknai e-learning

Dalam kesempatan yang sama, Staff Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Bidang Reformasi Birokrasi dan Pendidikan Mohamad Nasir menyatakan ada sejumlah alasan terjadinya masalah PJJ di pendidikan tinggi.

Salah satunya Kebingungan dalam mengadaptasi konsep e-Learning. E-Learning, kata dia, dianggap sama dengan online atau distance learning.

Baca juga: Universitas Pertamina Buka Pendaftaran S1 Jalur Nilai UTBK, Tanpa Tes

"Salah pengertian tentang E-Learning inilah yang membuat mahasiswa dan dosen menggunakan berbagai tool seperti Zoom dan Google classroom, yang pada dasarnya hanya untuk berkomunikasi, tetapi sudah dianggap dengan E-Learning," jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com