Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Andi Firmansyah
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Muhammad Andi Firmansyah adalah seorang yang berprofesi sebagai Mahasiswa. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Alasan Mengapa Orang Kaya Tetap Sulit Bahagia

Kompas.com - 20/06/2022, 16:57 WIB
Kompasianer Muhammad Andi Firmansyah,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

"Bagaimanapun," tulis Robert Kiyosaki, "menghindari uang itu sama gilanya seperti terikat pada uang." Kita perlu mengajukan pertanyaan yang lebih masuk akal: bagaimana cara menjadi kaya yang bahagia?

Kekayaan yang membahagiakan tidak didorong oleh rasa takut, sebab bila demikian, seberapa banyak pun uang yang kita miliki, itu hanya akan memperbesar rasa takut kita pada akhirnya.

Emosi manusia yang dikuasai oleh rasa takut dapat menjadi "malapetaka" dari segala kemajuan material, karena hal itulah yang membuat semakin tingginya rasa takut akan kehilangan.

Kita cenderung menunjukkan reaksi emosional yang negatif, karena sejatinya, pikiran kita sering membesar-besarkan (atau menyepelekan) permasalahan kita untuk menyesuaikannya dengan tingkat stres yang ingin kita rasakan.

Pada akhirnya, orang akan mengalami pergeseran dari "keinginan materi" menjadi "keinginan yang berarti", di mana hasrat terhadap materi telah berubah menjadi hasrat akan makna; sesuatu yang secara mental jauh lebih menyehatkan.

Orang kerap mengira bahwa menjadi kaya adalah "puncak kehidupan" di mana mereka dapat memeroleh kesejahteraan dan hanya tinggal menikmati kehidupan dengan bahagia. Tetapi perihal "puncak kehidupan", agaknya tidak ada yang layak disebut demikian selain kematian.

Saya percaya bahwa yang benar bukanlah kaya untuk bahagia, tapi bahagia untuk kaya. Seneca pernah berkata, "Bukan orang yang memiliki sedikit, tetapi orang yang menginginkan lebih banyak ... itulah yang miskin."

Memang tidak mudah untuk merasa cukup dalam kondisi di mana diri kita sendiri merasa sedang kekurangan sesuatu. Tetapi bila kita mampu melakukannya, kitalah orang kaya yang sesungguhnya; itulah kebijaksanaan yang kita harapkan di dunia kontemporer ini.

Artinya, diperlukan keseimbangan antara pengetahuan finansial dan eksistensial. Maksud saya, kita tidak hanya dituntut untuk cerdas perkara uang, tetapi juga kehidupan tentang mengenal diri sendiri, alam semesta, dan Tuhan.

Baca juga: Dalam 5 Tahun, Orang Kaya Indonesia Diramal Bakal Naik 60 Persen

Saya percaya bahwa dengan membiasakan diri untuk merasa puas dalam kekurangan, kita dapat lebih mudah untuk merasa berkecukupan. Ini memang tidak nyaman pada mulanya, tetapi seiring waktu, kita akan menikmatinya.

Seperti ketika kita pergi ke gym: kita mengencangkan otot-otot kita dengan cara yang melelahkan dan kadang menyakitkan. Tetapi kita tahu bahwa semua itu memang harga yang layak dibayar untuk melahirkan kekuatan dan ketangguhan.

Hukum yang yang sama berlaku untuk kehidupan. Tidak hanya menjadi kaya, karena menjadi kaya tidak memecahkan semua masalah. Yang terpenting adalah, kemampuan kita untuk mengelola kehidupan kita sendiri dan menikmatinya selama matahari masih menyinari kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com