Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ayu Diahastuti
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Otak Kanan untuk Sains dan Otak Kiri untuk Seni, Mitos atau Fakta?

Kompas.com - 05/06/2022, 11:14 WIB
Kompasianer Ayu Diahastuti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Yaitu memori implisit yang didasarkan pada pengalaman masa lalu, kemudian karena dilatih secara berulang sehingga menjadi habitual action, kebiasaan. Seperti makan, minum, berjalan, bersepeda, bermain bola, dan sebagainya. 

Sedang yang kedua yaitu memori eksplisit. Memori ini dibagi menjadi tiga: working memory, episodic memory, dan semantic memory (memori semantik)

Apa yang kita gunakan selama ini dalam kegiatan belajar adalah memori semantik. Yaitu memori berdasar pengalaman yang berkaitan dengan pengetahuan hapalan maupun aktivitas berhitung secara numerik. 

Seperti, misalnya 3 x 4 = 12 kita tahu ini karena dulu pernah kita hapalkan. Atau ibu kota Provinsi Jawa Tengah adalah Semarang. Ini kita hapalkan. Kita mengetahuinya tanpa harus datang ke Semarang terlebih dahulu. 

Itu bukan hal yang salah. Akan sangat berguna bagi kita belajar tentang ilmu pengetahuan tersebut. 

Namun, coba kita cermati, apa yang kemudian terjadi? Banyak anak-anak yang tidak mempunyai kemampuan untuk menghapal atau berhitung dengan segera diberi label tidak cerdas.

Sementara itu, anak-anak bertumbuh dengan kemampuan mereka masing-masing. Kapasitas otak kita tidak menentukan daya kreativitas kita. 

Akan menjadi tidak adil bila kemudian anak-anak yang berprestasi dalam bidang seni atau olahraga kemudian dikatakan tidak cerdas. Betul? Ingat, otak kita bekerja secara simultan. Bersama. Otak kiri dan kanan. 

Baca juga: Penyebab Kematian Mendadak pada Orang Dewasa Saat Tidur

Maka jangan heran bila anak-anak yang dulu berprestasi dalam berhitung atau menghapal belum tentu menjadi orang sukses di kemudian hari. 

Aktivitas kita sehari-hari jauh lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas memori implisit. Memori ini lebih banyak menggunakan otak emosi kita. Berlatih mendayagunakan memori implisit ternyata akan jauh berdampak baik bagi kecerdasan sosial kita. 

Seperti bagaimana kita menumbuhkan empati melalui budaya antre. Atau bagaimana kita berlatih untuk memberi batas pada privasi orang lain. Akan jauh lebih berguna bagi kita dan generasi sesudah kita, bukan? 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com