Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Paradoks Kemajuan: Alasan Mengapa Orang Kaya tetap Sulit Bahagia"
KOMPAS.com - "Ilusi-uang" merupakan istilah yang melukiskan fenomena mayoritas orang yang mulanya menganggap uang dapat memuaskan mereka, tapi justru yang mereka dapatkan hanyalah ketidakpuasan lainnya yang sebelum itu tidak pernah terpikirkan.
Kini kita mendapati fenomena itu sebagai sesuatu yang marak terjadi pada orang-orang "besar", dan ini adalah kesempatan bagi mereka yang malas untuk berkata, "Uang tidak memberimu kebahagiaan.
Meskipun terdengar konyol dan tampak seperti pelarian, tetapi petuah tersebut tidak sepenuhnya keliru.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan awal tahun 2018, seorang peneliti memberikan kesimpulan yang mengejutkan bahwa "sepanjang spektrum pendapatan-kekayaan, pada dasarnya semua orang mengatakan (perlu) dua atau tiga kali lipat" untuk benar-benar bahagia.
Baca juga: Rusia Kehilangan Ribuan Jutawan, Ini Negara-negara Baru yang Jadi “Safe Haven” Bagi Orang Kaya
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa semakin kaya kita, semakin kita menjadi kurang bahagia. Studi tersebut menemukan bahwa ketika kita mencapai pendapatan rumah tangga tertentu ($95.000 per tahun dalam skala global), tingkat kepuasan dan kesejahteraan hidup semakin rendah.
Apa yang salah? Bagaimana mungkin kelimpahan uang, berdasarkan banyak fenomena yang terjadi, malah mendatangkan lebih banyak ketidakpuasan? Apakah Bumi sedang berputar ke arah yang berlawanan?
Emile Durkheim pernah mengatakan bahwa semakin nyaman dan etis sebuah masyarakat, semakin pikiran kita membesar-besarkan kesembronoan yang sepele. Sederhananya, jika semua perampok berhenti mencuri, kita tidak akan merasa bahagia begitu saja.
Kita akan merasa sama kecewanya ketika menghadapi hal-hal yang lebih kecil.
Secara paradoksal, melindungi orang dari permasalahan atau kesulitan tidak akan membuat mereka lebih bahagia atau lebih aman; itu justru membuat mereka menjadi lebih mudah untuk merasa tidak aman.
Fenomena itulah yang menjadi titik kerangka Paradoks Kemajuan: semakin membaik keadaan, semakin peka diri kita terhadap banyak ancaman, sekalipun kenyataannya tidak ada satu pun.
Paradoks Kemajuan tidak hanya berlaku untuk individu atau golongan tertentu, melainkan semua orang yang juga tidak terbatas pada masalah uang. Kita mendapati paradoks ini dalam peradaban kita sendiri; peradaban yang sekilas tampak lebih baik daripada masa sebelumnya.
Kemajuan besar dalam bidang teknologi, kedokteran, komunikasi, dan segalanya dalam beberapa abad terakhir justru telah menciptakan lebih banyak masalah dan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi bagi orang-orang.
Kita memang hidup di zaman yang menarik. Secara material, segalanya tampak sangat baik melebihi zaman-zaman sebelumnya. Kendatipun begitu, entah mengapa segala-galanya tampak kacau balau dan benar-benar sulit.
Kita melihat Ilmu Psikologi semakin berkembang serta populer, dan secara sekilas memang sungguh baik. Tetapi itu juga disebabkan oleh salah satu efek samping yang tidak kita harapkan, bahwa manusia kontemporer semakin rapuh secara psikologis.