Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Hakim MK "Dissenting Opinion" dalam Putusan Sengketa Pilpres 2024

Kompas.com - 22/04/2024, 19:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tiga hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang putusan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Senin (22/4/2024) siang.

Dikutip dari tayangan YouTube Kompas.com pada Senin (22/4/2024), ketiga hakim MK yang memiliki pandangan berbeda yakni Saldi Isra, serta Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat.

Diketahui, terdapat delapan hakim yang memutuskan sengketa Pilpres 2024 dengan dipimpin oleh Suhartoyo selaku ketua MK.

Selain empat hakim yang sudah disebutkan, hakim lainnya yang memutuskan sengketa Pilpres 2024 yakni Daniel Yusmic P Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.

Adapun sengketa Pilpres 2024 terkait dugaan kecurangan dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, penyaluran bantuan sosial (bansos), dan tidak netralnya aparatur negara.

Dalam perkara tersebut, MK sebelumnya memutuskan bahwa seluruh permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies-Muhaimin ditolak.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.

Baca juga: Profil Ketua MK Suhartoyo yang Pimpin Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2024

3 hakim dissenting opinion

Diketahui hakim MK yang dissenting opinion dalam putusan sengketa Pilpres 2024 sebagai berikut:

1. Saldi Isra

Saldi Isra mengungkapkan bahwa KPU seharusnya melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah karena ketidaknetralan kepala daerahnya.

Ketidaknetralan beberapa penjabat (pj) kepala daerah, seperti Pj Gubernur Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan dengan berbagai cara disebabkan oleh intervensi politik.

Saldi juga menyoroti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dipandang menghindari memeriksa laporan substansi laporan berkaitan dengan pelanggaran pemilu.

Selain itu, Saldi menilai bahwa penyaluran bansos yang dilakukan oleh presiden dan sejumlah menteri hampir selalu menyampaikan pesan yang dapat dimaknai bentuk dukungan atau kampanye terselubung bagi paslon tertentu.

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon sepanjang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat, aparatur negara, penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum,” ujar Saldi.

Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggara pemilu yang jujur dan adil, maka pihaknya menilai Mahkamah seharusnya memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang. 

2. Enny Nurbaningsih

Sama seperti Saldi, Enny juga menuturkan bahwa seharusnya dilaksanakan pemungutan suara ulang di sejumlah daerah, seperti Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan karena kepala daerahnya tidak netral.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com