Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Pecat 28 Karyawan yang Protes Perusahaan Punya Kontrak dengan Israel

Kompas.com - 20/04/2024, 14:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Google memecat 28 karyawannya yang terlibat dalam aksi protes atas kontrak perusahaan raksasa teknologi itu dengan Pemerintah Israel, pada Kamis (18/4/2024).

Dilansir dari Al Jazeera, Jumat (19/4/2024), Google Cloud meneken kontrak senilai 1,2 miliar dollar AS atau sekira Rp 19,4 triliun, dengan Pemerintah Israel.

Kontrak kerja sama yang dikenal sebagai Project Nimbus ini terkait penyediaaan layanan komputasi awan dan kecerdasan buatan.

Pemecatan para karyawan tersebut terjadi setelah kelompok yang menamakan diri No Tech for Apartheid mendatangi kantor Google di California dan New York, pada Selasa (16/4/2024).

Saat itu, para pengunjuk rasa memegang spanduk bertuliskan "Tidak Ada Lagi Genosida Demi Keuntungan" dan "Kami Bersama Googler Palestina, Arab, dan Muslim".

Baca juga: Google Chrome Enterprise Premium Dirilis, Simak Keunggulan dan Harganya


Google sebut pendemo langgar aturan

Sementara itu, perwakilan juru bicara Google menyatakan, protes tersebut bagian dari kampanye yang telah berlangsung lama dan dilakukan sekelompok organisasi dan orang-orang yang sebagian besar tidak bekerja di perusahaan raksasa teknologi tersebut.

Berdasarkan video demonstrasi yang ramai dibagikan di media sosial, polisi menangkap karyawan di kantor CEO Google Cloud Thomas Kurian.

"Sejumlah kecil pengunjuk rasa dari karyawan masuk dan mengganggu beberapa lokasi pekerjaan kami," ujar juru bicara tersebut.

Ia menyebutkan, pengunjuk rasa tersebut menghalang-halangi pekerjaan karyawan lain secara fisik, serta mencegah karyawan lain mengakses fasilitas pekerjaan.

"Ini jelas melanggar kebijakan kami. Perilaku mereka (pendemo dari karyawan Google) sama sekali tidak dapat diterima," imbuh dia. 

Setelah pihak Google menolak beberapa tuntutan pengunjuk rasa, aparat dilibatkan untuk membubarkan aksi demonstrasi dan  memastikan keamanan kantor Google.

"Sejauh ini kami telah menyelesaikan investigasi individu yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap 28 karyawan. Kami akan terus menyelidiki dan mengambil tindakan yang diperlukan," kata dia.

Dalam kesempatan tersebut itu, Google juga membantah bahwa kontrak kerja sama Project Nimbus dengan Israel terkait dengan penyediaan senjata atau badan intelijen.

Baca juga: Viral, Video Pengendara Motor Masuk Tol Cisumdawu, Mengaku Tersesat Google Maps

Google beri peringatan untuk karyawan

Di sisi lain, dalam unggahan di sebuah blog, CEO Google Sundar Pichai mengeluarkan peringatan kepada karyawan yang terlibat aksi protes tersebut.

“Kami memiliki budaya diskusi yang dinamis dan terbuka yang memungkinkan kami menciptakan produk luar biasa dan mewujudkan ide-ide hebat menjadi tindakan. Itu penting untuk dilestarikan," kata Pichai.

Ia kembali menegaskan, karyawan yang terlibat dalam tindakan demonstrasi di tempat kerja tidak dibenarkan.

"Ini adalah tempat kerja. Kebijakan serta harapan kami jelas. Ini adalah bisnis. Bukan tempat untuk mengganggu rekan kerja, atau membuat mereka merasa tidak aman," tegas Pichai.

Ia juga menyentil karyawan yang mencoba menggunakan perusahaan sebagai platform pribadi, atau memperdebatkan isu-isu yang mengganggu atau memperdebatkan politik.

"Ini adalah momen yang terlalu penting sebagai sebuah perusahaan, untuk mengalihkan perhatian kami," kata dia.

Baca juga: Dikabarkan Bakal Ditutup pada 2024, Google: Gmail Akan Tetap Ada

Kontrak Nimbus Google dengan Israel

Sementara itu, No Tech For Apartheid mengutuk keras pemecatan karyawan tersebut. Mereka menuding Google dan Amazon mengedepankan tender kontrak dengan pemerintah dan militer Israel ketimbang pekerjanya.

"Tindakan mencolok ini adalah indikasi yang jelas bahwa Google lebih menghargai kontraknya senilai 1,2 miliar dollar AS dengan pemerintah dan militer Israel yang melakukan genosida, dibandingkan dengan para pekerjanya," ujar kelompok dikutip dari CNN.

Kontrak Google dengan pemerintah Israel sebenarnya sudah dimulai sejak 2021, ketika Raksasa Teknologi tersebut mengumumkan mereka dipilih untuk menyediakan layanan cloud computing publik di sektor publik, termasuk kesehatan, transportasi, dan pendidikan.

Namun, riak-riak protes belakangan mulai bermunculan, menyusul laporan di majalah Time awal April 2024, yang mengutip dokumen internal perusahaan dan menyebut bahwa Kementerian Pertahanan Israel adalah pelanggan Google Cloud.

Menurut Time, Kementerian Pertahanan Israel memiliki akses masuk yang aman ke infrastruktur komputasi yang disediakan Google, yang memungkinkannya untuk menyimpan dan memproses data, serta mengakses layanan kecerdasan buatan.

Awal 2024, kementerian tersebut juga meminta bantuan konsultasi dari Google untuk memperluas akses Google Cloud, menurut laporan Time.

No Tech for Apartheid mengatakan bahwa artikel tersebut menunjukkan bahwa Google telah "membuat alat khusus" untuk Kementerian Pertahanan Israel dan telah menggandakan kontrak dengan militer Israel sejak perang meletus.

Sementara itu, juru bicara Google menyatakan bahwa Google Cloud telah mendukung banyak pemerintah di seluruh dunia, termasuk pemerintah Israel.

"Kontrak Nimbus adalah pekerjaan yang dijalankan di bagian cloud komersial kami untuk Pemerintah Israel, yang setuju mematuhi Persyaratan Layanan dan Kebijakan Penggunaan kami," jelas perwakilan Google.

"Pekerjaan ini tidak ditujukan untuk beban kerja yang sifatnya sangat sensitif, rahasia, atau militer yang relevan dengan senjata atau dinas intelijen," tambah juru bicara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com