Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Rendahnya Pernikahan di Indonesia: Antara Pergeseran Paradigma dan Menguatnya Gejala "Waithood"

Kompas.com - 09/03/2024, 09:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

"Sehingga saat sudah tinggal bersama, banyak mengalami kaget atau culture shock akibat dari belum mengenal pasangan secara mendalam," ucapnya.

Hal itu pun berimbas pada perceraian yang dilihat sebagai satu-satunya cara alih-alih memperbaiki atau mencari solusi untuk mempertahankan pernikahan.

Baca juga: Pasangan Gagal Nikah karena Penerbangan Kacau, padahal Tamu Sudah Tiba di Lokasi

Perlu persiapan psikologis sebelum menikah

Di satu sisi, Stefany menilai perlu adanya persiapan psikologis sebelum mulai menapaki kehidupan berumah tangga.

Persiapan tersebut juga meliputi persiapan dan diskusi yang sifatnya lebih teknikal, seperti menyangkut keuangan, pandangan terhadap anak, relasi dengan orangtua atau mertua, sampai rencana karier masing-masing.

Selain membicarakan hal-hal penting itu dengan pasangan, seseorang perlu kembali mengecek kesiapannya sebelum memutuskan untuk menikah.

Salah satunya, dengan kembali menilik alasan menikah, yakni bukan sekadar tuntutan sosial atau takut ketinggalan orang lain, melainkan memang karena mau, cinta, dan berkomitmen.

 Baca juga: Viral Video Istri Pergoki Suami Nikah Lagi, Apakah Poligami Tanpa Izin Sah secara Hukum?

"Mengenali diri sendiri dan pasangan, tahu apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan diri maupun pasangan," papar Stefany.

Ketika sudah siap menikah, menurutnya, seseorang harus bersedia untuk berusaha menjadi versi terbaik diri sendiri dan bukan sekadar pasrah.

Konsultasi sebelum menikah pun perlu dilakukan guna mempersiapkan kemungkinan konflik dan cara mengatasinya.

"Disarankan untuk mengikuti konseling pranikah untuk mengenali hal-hal yang berpotensi menjadi konflik dalam relasi pernikahan, sehingga bisa dicegah atau diantisipasi," tutur Stefany.

Baca juga: Dihantui Resesi Seks, China Beri Cuti Nikah 30 Hari

Jumlah kelahiran anak masih ideal

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan, angka total fertility rate (TFR) atau jumlah anak rata-rata yang akan dilahirkan seorang perempuan selama masa reproduksi pada 2023 telah mencapai 2,1.

Artinya, setiap perempuan di Indonesia rata-rata memiliki dua anak, angka yang sebetulnya ideal dan bisa ditargetkan pada 2024.

Namun, menurutnya, tugas berat saat ini adalah memastikan agar angka tersebut bisa terjaga, bukan semakin menurun.

"Jika kurang dari itu, jumlah penduduk bisa semakin berkurang. Itu bisa menjadi ancaman," ujar Hasto, dikutip dari Kompas.id, Kamis (7/3/2024).

Hasto menilai, angka kelahiran yang rendah bisa menyebabkan bonus demografi tidak dicapai secara optimal.

 Baca juga: Cara Mengurus Penggantian Buku Nikah yang Rusak atau Hilang

Ketika angka kelahiran menurun, penduduk usia muda ikut menurun, sedangkan kelompok usia tua menjadi lebih banyak.

Hal ini berpotensi membuat Indonesia melewati potensi bonus demografi untuk mencapai cita-cita sebagai negara maju.

Oleh karenanya, Hasto mengatakan, BKKBN berupaya agar angka kelahiran di Indonesia bisa tetap terjaga.

Intervensi pada angka kelahiran ini pun dilakukan dengan pendekatan yang berbeda di setiap daerah.

"Di Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, dan Maluku itu TFR-nya tinggi, sementara di Bali, Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur itu TFR-nya rendah. Jadi kebijakan tidak bisa one fit for all. Masing-masing harus ada kebijakan yang berbeda," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com