KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa presiden boleh kampanye dan memihak.
Hal itu disampaikan saat Jokowi menghadiri acara serah terima pesawat C-130-30 Super Hercules A-1344 di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024).
Selain presiden, Jokowi juga menyebut menteri boleh melakukan kampanye dan memihak.
“Kan demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang paling penting presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” ujar Jokowi.
Hal itu didasarkan karena presiden dan menteri merupakan pejabat publik publik sekaligus pejabat politik.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengungkapkan, presiden sebelumnya, presiden kelima dan keenam juga melakukan kampanye dan memihak.
“Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden kelima dan keenam, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," ujar Ari, dikutip dari Antara, Kamis (25/1/2024).
Diketahui, Presiden Indonesia kelima adalah Megawati Soekarnoputri yang menjabat pada 2001-2004 yang kemudian berkampanye dalam pencalonannya untuk periode kedua.
Saat itu, Megawati berpasangan dengan Hasyim Muzadi sebagai capres-cawapres. Meski begitu, ia gagal terpilih menjadi presiden kembali.
Sementara, Presiden Indonesia yang keenam yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat selama dua periode.
Pada pencalonannya untuk periode kedua jabatan presiden, SBY melakukan kampanye untuk dirinya sendiri.
Baca juga: Pengamat Ingatkan Ada Negative Campaign dan Black Campaign, Apa Itu?
Sehingga, ia menegaskan bahwa apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukanlah hal yang baru.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," ungkap dia.
Menurutnya, hal itu sesuai dengan Pasal 281 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang Pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang,” tuturnya.
Meski begitu, kata dia, terdapat sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi jika presiden ikut berkampanye.
Persyaratan pertama adalah tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Kemudian yang kedua, yakni menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dengan begitu, ia menilai UU Pemilu menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik dengan tetap mengikuti batasan yang sudah diatur dalam UU.
Baca juga: Selalu Populer Menjelang Pemilu, Apa Itu Golput?
"Itu terjadi di 2019. Jokowi presiden incumbent, dia berkampanye dan untuk dirinya sendiri. SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) juga di tahun 2009 dan Megawati (Megawati Soekarnoputri) di 2004,” ucap Arya dilansir dari Kompas.com, Rabu (24/1/2024).
“Itu semua adalah momentum di mana pilpres itu melibatkan incumbent dan presiden yang menjabat saat itu melakukan kampanye," imbuhnya.
Sehingga, menurutnya, saat itu presiden juga berpihak. Namun bedanya, presiden kampanye dan memihak untuk dirinya sendiri.