Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Hiburan yang Pajaknya Turun Jadi 10 Persen, Apa Saja?

Kompas.com - 19/01/2024, 10:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan aturan baru terkait tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).

Ketentuan PBJT tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam Pasal 58, tarif PBJT atas "jasa hiburan khusus" seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan dengan tarif paling rendah 40 persen dan paling tinggi sebesar 75 persen.

Hiburan pajak 10 persen

Sementara itu, sebagian besar tarif pajak hiburan lainnya mengalami penurunan dengan tarif maksimal sebesar 10 persen.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, penurunan pajak dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.

"Semula dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 (batas pajak hiburan) sampai 35 persen, saat ini diubah diturunkan sampai dengan 10 persen," ujar Lydia dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/1/2024).

Lantas, apa saja jenis kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak 10 persen?

Baca juga: Pajak Hiburan Naik Jadi 40 persen, Bapemperda DKI: Kami Siap Merevisi


Kesenian dan hiburan pajak 10 persen

Merujuk Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022, ada beberapa jenis jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak sebesar 10 persen, meliputi:

  1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu.
  2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana.
  3. Kontes kecantikan.
  4. Kontes binaraga.
  5. Pameran.
  6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
  7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor.
  8. Permainan ketangkasan.
  9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
  10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
  11. Panti pijat dan pijat refleksi.

Lydia menerangkan, perbedaan besaran tarif pajak itu mempertimbangkan bahwa jasa hiburan di atas (poin a-k) umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu. 

Sedangkan jasa hiburan khusus, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa umumya tidak dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga diberlakukan perlakuan khusus terhadap pungutan pajaknya.

Baca juga: Saat Luhut dan Kemenkeu Beda Pendapat soal Pajak Hiburan 40-75 Persen...

Penerapan pajak hiburan 40-75 persen banyak diprotes

Di sisi lain, penerapan pajak hiburan sebesar 40-75 persen itu menuai banyak protes dari pengusaha.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akan mengupayakan penundaan pajak hiburan.

"Saya sebenarnya sudah mendengar ini sejak beberapa waktu lalu. Sehingga saat itu saya langsung mengambil inisiatif dengan mengumpulkan instansi terkait untuk membahas masalah ini," kata Luhut dilansir dari Kompas TV.

"Saya berpendapat wacana ini perlu ditunda dulu pelaksanaannya, untuk kami evaluasi bersama apa dampaknya pada rakyat. Terutama mereka para pengusaha kecil," sambungnya.

Menurut Luhut, industri hiburan tak hanya berisi karaoke dan diskotik saja. Sebab, ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada industri hiburan tersebut, baik skala kecil sampai menengah.

"Atas dasar itulah, saya merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak ini," ungkapnya.

Luhut mengatakan, aturan pajak hiburan yang ditetapkan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) tidak muncul begitu saja. Namun, hal itu harus didasarkan atas pembahasan bersama pemerintah dengan Komisi XI DPR.

Ia menambahkan, UU tersebut sekarang ini tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi dan akan dijadikan bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.

"Ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga," tuturnya.

Selain itu, Luhut juga menegaskan, dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah.

Oleh karena itu, ia tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.

"Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact (dampak) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Daftar Lengkap Link Pengumuman Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024, Cek di Sini!

Daftar Lengkap Link Pengumuman Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024, Cek di Sini!

Tren
Aturan Baru, Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Rawat Inap Kecuali Kategori Ini

Aturan Baru, Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Rawat Inap Kecuali Kategori Ini

Tren
Pesawat Boeing 757 Milik Donald Trump Menabrak Pesawat Komersial di Bandara Florida

Pesawat Boeing 757 Milik Donald Trump Menabrak Pesawat Komersial di Bandara Florida

Tren
4 Fakta Anak Bunuh Ibu di Sukabumi, Sempat Tidur dengan Badan Penuh Bercak Darah

4 Fakta Anak Bunuh Ibu di Sukabumi, Sempat Tidur dengan Badan Penuh Bercak Darah

Tren
Cuaca Panas, Hindari Pakai Baju Berbahan Ini agar Tak Bau Badan

Cuaca Panas, Hindari Pakai Baju Berbahan Ini agar Tak Bau Badan

Tren
KRIS BPJS Kesehatan Siap Diterapkan, Mungkinkah Iuran Dipukul Rata?

KRIS BPJS Kesehatan Siap Diterapkan, Mungkinkah Iuran Dipukul Rata?

Tren
11 Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Imbas Kecelakaan Bus di Subang

11 Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Imbas Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemerintah Wajibkan Semua Penduduk Ikut BPJS Kesehatan, Bagaimana jika Tidak Mampu?

Pemerintah Wajibkan Semua Penduduk Ikut BPJS Kesehatan, Bagaimana jika Tidak Mampu?

Tren
Berstatus DPO, Begini Ciri 3 Buronan Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Berstatus DPO, Begini Ciri 3 Buronan Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Tren
Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa Kali Pertama dan Sekarang

Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa Kali Pertama dan Sekarang

Tren
Mengenal Spesies Ikan Baru di Pegunungan Meratus, Punya Penis di Bawah Kepala

Mengenal Spesies Ikan Baru di Pegunungan Meratus, Punya Penis di Bawah Kepala

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com