KOMPAS.com - Perusahaan perangkat lunak (software) asal Jerman, SAP, dijatuhi sanksi denda lebih dari 220 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,4 triliun (kurs Rp 15.578 per dollar AS) atas tuduhan suap yang melibatkan pejabat pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Uang tersebut dibayarkan untuk menyelesaikan penyelidikan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) karena dinilai melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FPCA).
"Hasil pemeriksaan kami bersama mitra penegak hukum FBI dan jaksa Departemen Kehakiman, mendapati jejak suap dan korupsi SAP yang tersebar luas dari Afrika Selatan hingga Indonesia," tulis Departemen Kehakiman AS.
"Hal ini menetapkan sanksi atas perusahaan terdakwa untuk membayar hukuman pidana yang signifikan dan menyetujui perbaikan jangka panjang," sambungnya.
Departemen Kehakiman AS mengatakan, SAP memberikan suap berupa uang dan hadiah yang disalurkan melalui konsultan bisnis luar untuk membantu memenangkan bisnis.
Skema yang terjadi di Afrika Selatan, Indonesia, dan negara lain ini diduga telah beroperasi setidaknya sejak Desember 2014 hingga Januari 2022.
Dilansir dari BBC, SAP yang berkantor pusat di Jerman dan memiliki saham terdaftar di AS, merupakan salah satu perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia.
Menurut dokumen pengadilan AS, anak perusahaan yang beroperasi di lima negara di Afrika, Azerbaijan, dan Indonesia terlibat dalam skema suap dan berulang kali melanggar kebijakan perusahaan yang dimaksudkan untuk mencegah korupsi.
Di Afrika Selatan, mereka diduga membayar biaya jutaan dollar kepada konsultan, meski tidak ada pekerjaan yang dilakukan.
Perusahan juga mendanai perjalanan pejabat pemerintah setempat ke New York, AS, termasuk untuk tujuan tamasya golf.
Baca juga: Daftar 8 Pelaku Kasus Korupsi BTS Bakti Kominfo dan Perannya
Khusus Indonesia, kasus terjadi sekitar 2015 dan 2018 oleh SAP melalui agen tertentu kepada pejabat departemen dan lembaga, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Selain KKP, SAP disebut menyuap Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (BP3TI Kemenkominfo) yang saat ini berganti nama menjadi Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
Mereka disebut telah mendanai wisata belanja dan makan, serta melakukan pembayaran yang lebih eksplisit.
Perusahaan asal Jerman ini juga memberikan suap dalam bentuk uang tunai dan transfer, serta barang-barang mewah.
Salah satu buktinya, tertuang dalam obrolan WhatsApp antara account executive SAP Indonesia, freelance konsultan, dan mantan pegawai.
Suap ini bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan pada 16 Desember 2015 dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia senilai 80.750 dollar AS.
Percakapan tersebut memuat pembahasan eksplisit tentang uang tunai yang diberikan secara langsung kepada pejabat kementerian.
"Tujuh puluh juta, dalam lima puluh ribu lembar. Bawalah amplop kosong," tertulis dalam pesan WhatsApp.
Baca juga: Mengenal Proyek BTS 4G Bakti Kominfo yang Seret Menkominfo Johnny G Plate Jadi Tersangka Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyatakan akan mendalami informasi mengenai dugaan suap yang dilakukan SAP ke sejumlah pejabat Indonesia.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menuturkan, pihaknya baru mendengar informasi dugaan suap yang melibatkan perusahaan asing ini.
"Informasi tersebut nanti akan kami dalami dulu sumber informasinya, untuk kemudian lebih detail kami teliti yang dimaksud itu siapa," kata Ghufron dalam konferensi pers di KPK, Jakarta Selatan, dikutip dari Kompas.com, Jumat (12/1/2024).
Meski demikian, KPK akan berkomitmen dengan institusi dan penegak hukum di dunia internasional.
Menurutnya, Jika saat ini sudah terdapat putusan pengadilan bahwa perusahaan Jerman melakukan korupsi yang melibatkan pejabat negara lain termasuk Indonesia, KPK berwenang mengusutnya.
"Itu menjadi bagian dari kewenangan KPK untuk menindaklanjuti. Nanti kami akan dalami lebih dulu," tuturnya.
Baca juga: Respons Kominfo soal Banyaknya Situs Pemerintah yang Jadi Sasaran Peretasan Judi Online
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.