Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembelian Alutsista Bekas Disebut Kebutuhan Tidak Produktif, Benarkah Demikian?

Kompas.com - 09/01/2024, 07:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengadaan alutsista bekas menjadi salah satu sorotan dalam debat calon presiden (capres) pada Minggu (7/1/2024).

Diketahui, capres nomor urut 1, Anies Baswedan berpandangan, Kemenhan menggunakan utang luar negeri untuk kebutuhan tidak produktif, seperti pembelian alutsista bekas.

"Utang dipakai untuk membeli alutsista bekas oleh Kementerian Pertahanan Itu bukan sesuatu yang tepat," kata Anies.

Menanggapi hal itu, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menilai bahwa narasi tersebut menyesatkan.

“Menurut saya, menyesatkan rakyat itu Pak. Tidak pantas Profesor (Anies) ngomong begitu karena dalam pertahanan hampir 50 persen alat-alat di mana pun adalah bekas, tapi usianya masih muda,” ujar Prabowo.

Lantas, benarkah pembelian alutsista bekas bisa dilihat sebagai kebutuhan tak produktif?

Baca juga: Disorot Saat Debat Capres, Ini Sederet Alutsista Bekas yang Dibeli Menhan Prabowo


Tidak untuk dibandingkan

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkapkan, pembelian alat utama sistem senjata atau alutsista bekas bukan untuk dibandingkan dengan alutsista baru.

"Pembelian alutsista bekas itu tidak untuk diperbandingkan dengan alutsista baru. Dia merupakan langkah yang sifatnya solusi transisi saja," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/1/2024).

Khairul mengatakan, belanja pertahanan Indonesia terpantau mengalami tren peningkatan sejak 2019.

Meningkatnya tren ini terutama bertujuan mengatasi kesenjangan dan mengejar target capaian jelang tenggat waktu Minimum Essential Force (MEF) pada 2024.

Baca juga: Profil PT TIM, Perusahaan Orang Dalam yang Disebut Anies Terkait Pengadaan Alutsista di Kemenhan

Sebagai informasi, MEF atau Kekuatan Pokok Minimum merupakan proses modernisasi alat alutsista Indonesia.

Peningkatan tren sendiri terjadi setelah sempat mengalami stagnasi dan perlambatan pada Rencana Strategis (Renstra) II 2014-2019 dan disusul pandemi Covid-19 yang berdampak pada realokasi serta refocusing anggaran.

"Kenaikan anggaran itu bahkan bisa dikatakan masih kurang, belum ideal," kata Khairul.

Namun, menurut dia, setidaknya pemerintah akan sedikit leluasa untuk merealisasikan sejumlah rencana pembangunan postur pertahanan.

"Termasuk sejumlah komitmen pembelian alutsista yang sudah ditanda tangani sebelumnya," lanjutnya.

Baca juga: Menyoal Sikap Prabowo yang Enggan Buka Data Pertahanan Saat Debat...

Alutsista bekas sebagai langkah transisi

Sayangnya, Khairul menyebutkan, kenaikan anggaran 2023 juga ternyata belum cukup untuk mengakomodasi rencana-rencana belanja alutsista baru dalam rangka akselerasi capaian MEF.

Oleh karena itu, pada pertengahan 2023, disusunlah rencana akuisisi pesawat Mirage 2000-5 bekas dari Qatar sebagai kebijakan transisi untuk mengatasi kesenjangan.

"Nah, sejak 2020 dirasakan kesenjangan itu makin besar," tutur Khairul.

Sementara itu, rencana akuisisi Sukhoi yang sempat dicanangkan Kemenhan pun tidak dapat dilanjutkan karena alasan politik.

Kelanjutan proyek Boramae juga belum mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).

Baca juga: Melihat Gagasan Anies, Prabowo, dan Ganjar soal Keamanan Siber di Indonesia...

Setelah mempertimbangkan sejumlah opsi, Kemenhan kemudian memutuskan untuk mendatangkan pesawat bekas dari Qatar.

Kebetulan, lanjutnya, Mirage 2000-5 menjadi satu-satunya pesawat yang siap dan lebih sederhana untuk dinegosiasikan sebagai langkah transisi.

"Sayangnya, langkah transisi itu pun kabar terakhirnya ternyata belum bisa dilanjutkan. Alasannya masih sama, keterbatasan anggaran," papar Khairul.

Lantaran harus memilih prioritas di tengah keterbatasan, Khairul mengatakan, pilihan terbaik dan realistis untuk Kemenhan saat ini adalah melanjutkan akuisisi pesawat baru.

"Dan sebagai langkah transisinya, melakukan retrofit (penambahan teknologi atau fitur baru) pesawat yang sudah ada," tambahnya.

Baca juga: Beda Sikap Anies, Ganjar, Prabowo soal Palestina di Debat Ketiga Pilpres 2024

Alutsista baru butuh waktu lebih lama

Khairul menerangkan, alutsista baru maupun bekas memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

Salah satunya, semua produksi alutsista baru bersifat made by order atau melalui sistem penjualan pesan.

Oleh karena itu, pembelian alutsista baru pasti membutuhkan waktu lebih lama daripada barang-barang bekas pakai.

"Jadi barang tidak ready. Kalau ada pesanan baru dikerjakan," kata Khairul.

Di sisi lain, meski tidak selama alat sistem pertahanan baru, pembelian alutsista bekas masih membutuhkan waktu sebelum akhirnya dikirim ke negara pemesan.

"Kan ada tahapan juga untuk memastikan kondisinya sesuai dengan apa yang disepakati dalam kontrak pembelian, tapi pasti lebih cepat dari alutsista baru," tuturnya.

Baca juga: Ditanya soal Kinerja Kemenhan di Bawah Prabowo, Ganjar Beri Nilai 5, Anies 11 dari 100

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Raja Charles III Kehilangan Indra Perasa akibat Efek Samping Pengobatan Kanker

Raja Charles III Kehilangan Indra Perasa akibat Efek Samping Pengobatan Kanker

Tren
Cara Menyosialisasikan Anak Kucing agar Mengenali Lingkungan dengan Baik

Cara Menyosialisasikan Anak Kucing agar Mengenali Lingkungan dengan Baik

Tren
Ban 'Botak' Diukir Ulang Bisa Hemat Pengeluaran, Amankah Digunakan?

Ban "Botak" Diukir Ulang Bisa Hemat Pengeluaran, Amankah Digunakan?

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: Korban Meninggal Capai 67 Orang, 20 Warga Masih Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: Korban Meninggal Capai 67 Orang, 20 Warga Masih Hilang

Tren
Kemenkes Pastikan Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Ini Caranya

Kemenkes Pastikan Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Ini Caranya

Tren
Gletser Terakhir di Papua Diperkirakan Akan Hilang Sebelum 2026

Gletser Terakhir di Papua Diperkirakan Akan Hilang Sebelum 2026

Tren
Link, Cara, dan Syarat Daftar IPDN 2024, Lulus Bisa Jadi PNS Kemendagri

Link, Cara, dan Syarat Daftar IPDN 2024, Lulus Bisa Jadi PNS Kemendagri

Tren
Sudah Bayar Tunggakan Iuran, Apakah BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Sudah Bayar Tunggakan Iuran, Apakah BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
6 Dokumen yang Harus Dipersiapkan untuk Mendaftar Sekolah Kedinasan, Apa Saja?

6 Dokumen yang Harus Dipersiapkan untuk Mendaftar Sekolah Kedinasan, Apa Saja?

Tren
Tips Latihan Beban untuk Pemula agar Terhindar dari Cedera

Tips Latihan Beban untuk Pemula agar Terhindar dari Cedera

Tren
6 Olahraga yang Ampuh Menurunkan Kolesterol Tinggi, Apa Saja?

6 Olahraga yang Ampuh Menurunkan Kolesterol Tinggi, Apa Saja?

Tren
PKS Disebut 'Dipaksa' Berada di Luar Pemerintahan, Ini Alasannya

PKS Disebut "Dipaksa" Berada di Luar Pemerintahan, Ini Alasannya

Tren
Ini yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Hitam Selama Sebulan

Ini yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Hitam Selama Sebulan

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 16-17 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 16-17 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com