Lebih lanjut, Ujang menilai tren ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung calon yang dipilihnya.
"Mereka kelihatannya bersemangat untuk memenangkan capres atau kandidat itu, sehingga membuat nazar atau janji membantu pihak lain," tambah dia.
Meski demikian, dia menilai tagar ini bisa ditunggangi oleh tim sukses paslon, koalisi, atau bahkan para kandidat.
Namun, Ujang mengingatkan bahwa menunggangi nazar masyarakat merupakan hal yang tidak tepat.
"Kalau nazarnya betul-betul berangkat dari keinginan masyarakat itu bagus," tegasnya.
Baca juga: Peta Koalisi Capres-Cawapres pada Pemilu 2024
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, nazar merupakan hal yang lazim dilakukan masyarakat Indonesia sebagai bentuk rasa syukur atas doa dan harapan yang dikabulkan dari Tuhan.
Dia menuturkan, pelaksanaan Pemilu memang sarat akan nazar, terutama dari kalangan elite politik.
Tak hanya itu, Hasan menyebut nazar dapat menggambarkan situasi berbeda, tergantung isinya.
"Jika nazarnya muluk-muluk, seperti jalan kaki Jogja-Jakarta atau gantung diri di Monas, hal itu menunjukkan gejala over confident, kepercayaan diri yang berlebihan," terangnya kepada Kompas.com, Minggu.
Menurutnya, nazar seperti ini dibuat tidak sesuai motif dalam tradisi keberagamaan.
Baca juga: Di Balik Kabar Absennya Jokowi dalam HUT PDI-P karena Tugas Negara...
Sebaliknya, nazar yang wajar dan sesuai kompetensi orangnya menunjukkan harapan, doa, sekaligus kekhawatiran ada penghalang bagi terwujudnya doa dan harapan tersebut.
"Masyarakat yang menyampaikan nazarnya tentu berharap agar calon yang didukungnya menang. Namun, di sisi lain, mereka memiliki kekhawatiran akan adanya penghalang, seperti mobilisasi aparatur negara dan kecurangan yang massif," kata dia.
Dalam konteks ini, Halili menilai wajar jika nazar yang dibuat terkait Pilpres 2024 lebih banyak disampaikan pendukung paslon nomor urut 1 dan 3.
"Mereka tahu bahwa paslon 2 mendapat support sepenuhnya dari presiden dan lingkar politiknya di pemerintahan yang sumber dayanya tak terbatas," ungkapnya.
"Masyarakat itu kemudian mengkhawatirkan penghalang besar itu makanya mereka kemudian 'melibatkan' Tuhan, Yang Maha Agung, melalui nazar-nazar tersebut," pungkasnya.
Baca juga: Pemilu 14 Februari 2024 Hari Libur Nasional, KPU: Agar Partisipasi Pemilih Optimal
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.