Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Kelahiran Terendah dalam 74 Tahun Terakhir, Ini Alasan Warga Thailand Enggan Punya Anak

Kompas.com - 17/12/2023, 19:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Thailand menjadi negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat kelahiran rendah.

Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand, Dr Cholnan Srikaew mengatakan, tingkat kelahiran di negara tersebut hanya 1,5 dari yang seharusnya 2,1 per 100.000 populasi, dikutip dari Bangkok Post.

Dengan kata lain, Thailand saat ini seharusnya memiliki sekitar 2 juta bayi yang baru lahir di setiap tahunnya. Faktanya, angka kelahiran di negara itu ternyata hanya 500.000 bayi per tahun.

Pada 2022, angka kelahiran Thailand bahkan hanya 485.085 bayi, terendah dalam 74 tahun terakhir.

Baca juga: Kapten Tim Sepak Bola Thailand yang Pernah Terjebak di Dalam Gua, Bunuh Diri di Inggris

Alasan warga Thailand enggan memiliki anak

Salah satu warga Thailand, Phanphaka Haworth (39) mengatakan, memiliki anak adalah hal terakhir yang terpikirkan olehnya, lantaran dapat berpotensi menghambat kariernya.

Wanita yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas di Thailand ini percaya, memiliki anak akan menjadi perjuangan besar untuk hidup di negara tersebut.

Selain itu, Thailand juga memberikan dukungan yang terbatas bagi orangtua di zaman modern dan tidak memiliki lingkungan yang kondusif untuk membesarkan keluarga.

“Jika saya harus membesarkan seorang anak di negara ini, saya akan sangat kelelahan dalam banyak hal. Dukungan pemerintah kurang baik dan kondisi sosial kurang baik,” katanya dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (16/12/2023).

“Ada banyak masalah seperti kondisi kehidupan dan kualitas udara. Jika saya harus membesarkan anak saya di Thailand, saya tidak ingin memilikinya,” sambungnya.

Para analis mengatakan, pergeseran demografi di Thailand adalah masalah multidimensi yang berasal dari berbagai faktor, seperti pendidikan tinggi, kurangnya kesenjangan dalam peran gender, dan nilai-nilai sosial yang semakin memprioritaskan pencapaian karier.

Selain itu, kondisi sosial-ekonomi seperti kesenjangan sosial, terbatasnya pendapatan, dan rendahnya kualitas pendidikan juga telah membuat masyarakat enggan memiliki anak.

Meskipun pemerintah menginginkan lebih banyak bayi, membesarkan keluarga bukanlah tugas yang mudah bagi masyarakat awam Thailand.

Pasalnya, hal tersebut tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya hidup atau permintaan kedua orangtua untuk bekerja.

Baca juga: Untuk Pertama Kali, Populasi Jepang Menurun di Seluruh Prefektur, Jumlah Warga Asing Meningkat


Jumlah lansia seperlima dari total penduduk

Pandangan Phanphaka tersebut juga didukung dengan data yang menunjukkan adanya jumlah kelahiran di Thailand yang anjlok ke rekor terendah dalam 74 tahun terakhir pada 2022.

Salah satu faktornya adalah jumlah lanjut usia (lansia) di Thailand mencapai seperlima dari total penduduknya.

Tak hanya Thailand, negara-negara lain di Asia, seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura juga sedang bergulat dengan tren populasi yang serupa. Akan tetapi, proyeksi tersebut sangat buruk di Thailand.

Apabila hal itu terus berlanjut, negara dengan jumlah populasi 66 juta jiwa tersebut akan berkurang setengahnya sebelum pergantian abad ini.

Kondisi ini juga dapat berdampak besar pada perekonomian, layanan kesehatan, dan pembangunan.

Para ahli mengatakan, penanganan krisis kelahiran ini tergantung pada peningkatan kesadaran, perubahan pola pikir, peningkatan dukungan dari semua sektor, dan memastikan langkah-langkah yang diterapkan pemerintah cepat seiring berjalannya waktu.

Baca juga: Bus Double Decker di Thailand Menabrak Pohon dan Terbelah Jadi Dua, Tewaskan 14 Orang

Upaya pemerintah Thailand

Perdana Menteri Thailand yang baru, Srettha Thavisin, dikelilingi media saat konferensi pers setelah dipilih oleh parlemen di Bangkok pada Selasa (22/8/2023).AP PHOTO/WASON WANICHAKORN Perdana Menteri Thailand yang baru, Srettha Thavisin, dikelilingi media saat konferensi pers setelah dipilih oleh parlemen di Bangkok pada Selasa (22/8/2023).

Pemerintahan Perdana Menteri Srettha Thavisin saat ini sangat menyadari proyeksi populasi dan implikasi jangka panjangnya terhadap angkatan kerja dan produktivitas.

Pada September lalu, Menteri Kesehatan Masyarakat, Dr Cholnan Srikaew menekankan pentingnya prokreasi bagi daya saing Thailand dan berjanji untuk memasukkan promosi persalinan ke dalam agenda nasional.

Ia menggarisbawahi perlunya mengubah persepsi masyarakat mengenai banyaknya anak yang dapat membuat mereka miskin.

“Orang Thailand tidak akan memiliki anak, terutama mereka yang memiliki pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan yang baik serta mampu secara finansial. Mereka tidak akan melakukannya,” ungkapnya.

“Ini adalah sesuatu yang terdistorsi dalam masyarakat Thailand,” tambahnya.

Sebuah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat akan membahas kerangka komprehensif untuk promosi persalinan, keselamatan ibu dan bayi, serta anak yang berkualitas.

Kementerian juga berencana untuk membuka klinik kesuburan di setiap provinsi.

Selain itu, mereka juga akan membahas langkah-langkah dalam mengurangi beban mengasuh anak, membantu perempuan yang mengalami kesulitan hamil, dan membuat teknologi reproduksi berbantuan dapat diakses oleh para lajang, dan LGBTQ.

Baca juga: Saat Mata Seorang Bayi di Thailand Berubah Jadi Biru Usai Jalani Terapi Covid-19...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com