Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jonny Kim, Pria 39 Tahun yang Jadi Tentara, Dokter, dan Astronot

Kompas.com - 16/10/2023, 16:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jonny Kim, seorang pria kelahiran Korea Selatan-Amerika Serikat ini memiliki profesi yang tidak main-main. 

Jonny yang saat ini berusia 39 tahun pernah bekerja sebagai tentara angkatan laut atau Navy Seal AS, dokter, penerbang, dan kini astronot NASA.

Tak hanya itu, Jonny tergabung sebagai anggota pelatihan program Artemis dari NASA yang rencananya akan mendarat ke Bulan pada 2024.

Lewat program ini, dia akan menjadi orang Asia-Amerika pertama yang mendarat di Bulan.

Baca juga: Kisah 3 Astronot Rusia dan Amerika Setahun Terjebak di Luar Angkasa


Profil Jonny Kim

Jonny Kim yang bernama lengkap Jonathan Yong Kim lahir pada 5 Februari 1984 di Los Angeles, California, Amerika Serikat.

Dilansir dari Britannica, Jonny lahir dari sepasang orangtua imigran asal Korea Selatan yang tiba di Los Angeles pada awal tahun 1980-an. Dia memiliki seorang adik laki-laki.

Orangtuanya membuka toko minuman sementara ibunya bekerja paruh waktu sebagai guru pengganti.

Sejak kecil, Jonny telah bekerja membantu orangtuanya. Namun, sang ayah kerap melakukan kekerasan kepada keluarganya. 

Pada Februari 2002, sang ayah mengancam Jonny yang masih SMA dan ibunya dengan pistol. Namun, ayahnya justru tertembak dan meninggal di rumah keluarganya saat terjadi konfrontasi dengan polisi.

Jonny saat ini tinggal di Santa Monica, California bersama istri dan tiga anaknya.

Baca juga: 10 Angkatan Laut Terkuat di Dunia 2023 Versi WDMMW, Indonesia Peringkat Empat

Awalnya menjadi tentara Angkatan Laut AS

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Jonny Kim (@jonnykimusa)

Jonny tertarik bergabung ke tentara Angkatan Laut AS atau Navy Seal sejak masih duduk di bangku SMA.

Setelah lulus pada 2002, Jonny mendaftar sebagai pelaut di Angkatan Laut AS. Dia menyelesaikan berbagai pelatihan khusus dan ditugaskan ke tim SEAL yang berbasis di San Diego, California .

Selama bertugas di militer, Jonny berlatih menjadi penerjun payung, penyelam, pengintai dan penembak jitu. Dia juga mampu bertugas sebagai petugas medis dan penunjuk arah.

Selama Perang Irak pada 2003, Jonny turut diterjunkan ke negara tersebut. Dia dianugerahi medali Bintang Perak karena menyelamatkan tentara Irak yang terluka dalam serangan pada Juni 2006.

Namun, sebagai petugas medis, Jonny gagal memberikan pertolongan kepada dua rekannya yang tertembak. Kejadian ini menginspirasinya menjadi seorang dokter.

Baca juga: Menjadi Astronot Perempuan Arab Saudi Pertama, Rayyanah Barnawi: Halo dari Luar Angkasa!

Masuk sekolah kedokteran

Jonny lalu menempuh studi di bidang matematika di Universitas San Diego pada 2009. Setelah lulus tiga tahun kemudian, dia memperoleh pangkat perwira Angkatan Laut. 

Jonny lantas memulai studi kedokteran di Harvard Medical School. Di sana, dia bertemu seorang astronot sekaligus dokter bernama Scott Parazynski. Laki-laki itu mengajak Jonny bergabung ke program kandidat astronot NASA.

Jonny lulus dari Harvard pada 2016 dengan gelar MD. Dia seharusnya menjalani program residensi di bidang pengobatan darurat di Rumah Sakit Umum Massachusetts selama empat tahun.

Namun, baru setahun menjadi dokter residen, Jonny lolos sebagai satu dari 12 kandidat astronot NASA menyisihkan 18.000 pelamar.

Jonny lalu menunda dinas di Korps Medis Angkatan Laut, dan mulai pelatihan astronot di Pangkalan Udara Angkatan Laut Pensacola, Florida pada Agustus 2017.

Baca juga: NASA Akan Bawa Nama Anda Kelilingi Bulan dalam Program Artemis I, Tertarik Mendaftar?

Kandidat astronot NASA ke Bulan

Dilansir dari situs NASA, Jonny menyelesaikan pelatihan sebagai kandidat astronot pada 2020. Dia latihan bertahan hidup di air dan hutan, teknis sistem Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), robotika, geologi, dan bahasa.

Jonny mulai terlibat aktif mendukung program NASA. Dia bahkan memimpin salah satu kru perbaikan stasiun luar angkasa.

Dia juga menjadi satu dari 41 anggota tim Artemis. Tim ini memiliki misi untuk menempatkan wanita pertama dan orang kulit berwarna pertama di permukaan Bulan pada 2024.

Diberitakan Next Shark (16/5/2023), Jonny adalah satu dari tiga orang Amerika keturunan Asia dalam program ini. Astronot lainnya Dr. Kjell N. Lindgren, Raja Chari, dan Jasmin Moghbeli.

Program ini akan menerbangkan delapan orang dalam penerbangan Artemis II dan III. Jonny tidak masuk dalam Artemis II tapi memenuhi syarat untuk menjadi astronot di Artemis III.

Untuk menunjang kemampuannya, Jonny mengikuti pelatihan terbang di Pangkalan Udara Angkatan Laut. Dia memperoleh gelar ganda sebagai penerbang dan ahli bedah penerbangan.

Baca juga: Kisah Ayu Yoneda, Dokter Bedah yang Bakal Jadi Astronot Perempuan Termuda di Jepang, Tidak Takut Diskriminasi

Motivasi memengaruhi hidup Jonny

Bekerja sebagai tentara, dokter, astronot, dan ahli penerbangan, Jonny mengungkapkan dia termotivasi kekerasan yang dilakukan ayahnya saat dia masih sekolah.

Dikutip dari Coffee or Die Magazine (10/8/2023), ayahnya menyerang Jonny dengan semprotan merica dan memukuli dia dan ibunya. Dia memohon sang ayah agar tidak membunuh mereka dengan pistol.

Namun, sang ayah lalu melarikan diri sambil membawa pistolnya dan tertembak polisi yang datang untuk menolong mereka.

“Itu menjadi tolok ukur bagi saya untuk melakukan lebih banyak hal dalam hidup saya yang saya pikir tidak mungkin dilakukan,” kata Jonny.

“Melawan seseorang yang mengancam akan membunuh Anda, dan orang yang paling Anda cintai, telah membebaskan saya. Itu mengajari saya bahwa saya bukanlah anak kecil penakut seperti yang saya kira. Saya bisa melakukan hal-hal ini. Saya bisa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri saya sendiri," ungkapnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com