Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Video Masak Pakai Panas Matahari, Pakar Ingatkan Bahayanya

Kompas.com - 14/10/2023, 14:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suhu yang panas membuat orang bereksperimen memasak makanan hanya dengan panas Matahari.

Hal ini seperti yang dilakukan Esti Utomo warga Kelurahan Siwalan, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Lewat akun Tiktok @Estiiutomo, dia mengunggah video memasak mi dengan panas Matahari.

 

Dalam videonya, tampak pengunggah memasak mi dengan panci tanpa menggunakan kompor. Dia hanya meletakkannya di tengah jalan luar rumah.

"Lumayan irit gas kan," tulisnya.

Baca juga: Masak Mi Instan, Apa Perlu Air Rebusan Dibuang?

Diberitakan Kompas.com, Kamis (12/10/2023), Esti bercerita, dia merebus air dalam panci sekitar pukul 11.00 WIB. Kemudian, mi dimasukkan ke panci dan ditutup piring.

Setelah itu, dia membiarkan panci terjemur hingga pukul 13.00 WIB. Saat tutup panci dibuka, mi dalam keadaan sudah matang.

"Pukul 13.00 WIB mi sudah matang. Bagi aku eksperimen ini sukses," jelasnya.

Esti mengaku, dia memasak mi saat suhu di Semarang mencapai 37 derajat Celsius.

Menurutnya rasa mi instan tersebut juga tidak berbeda saat dimasak menggunakan kompor gas.

Baca juga: Suhu Panas di Indonesia akan Berlangsung Sepanjang Oktober 2023? Ini Kata BMKG

Lantas, apa kata pakar tentang memasak dengan panas Matahari tersebut?


Baca juga: Viral Percobaan Menggoreng Telur di Bawah Sinar Matahari, Ini Penjelasan Ahli LIPI

Masakan dengan panas Matahari

Dosen fisika di Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Farchani Rosyid menjelaskan, panas Matahari memang bisa dipergunakan untuk memasak makanan.

Namun, tidak bisa hanya langsung meletakkan alat masak dan bahan makanannya di luar ruangan agar terkena panas Matahari.

"Memasak dengan sinar Matahari bisa dilakukan dengan bantuan cermin cekung guna memusatkan cahaya agar energi kalor terkumpul lebih banyak sehingga mencukupi untuk memasak," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (13/10/2023).

Meski begitu, Rosyid menyebutkan, perlu dipertimbangkan soal ukuran cermin cekung yang digunakan, banyaknya bahan yang dimasak, dan intensitas cahaya Matahari.

Selain itu, dia menambahkan, orang yang berada di tempat dengan intensitas pencahayaan tinggi juga bisa memasak dengan bantuan panas Matahari.

Caranya dengan memanfaatkan batu atau bahan yang mampu menampung panas dengan kapasitas tinggi untuk memanggang bahan makanan.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Suhu Panas di Indonesia dalam Beberapa Waktu Terakhir

Bahaya masak dengan panas Matahari

Ilustrasi sinar mataharibeerphotographer Ilustrasi sinar matahari
Sementara itu, ahli gizi komunitas Tan Shot Yen menjelaskan, tidak mungkin bisa memasak makanan secara sempurna dengan panas Matahari.

"Ah nggak lah, panasnya tidak maksimal dan tidak cukup untuk membuat makanan matang merata," jelas dia, Jumat.

Menurut Tan, masakan baru bisa matang dengan baik pada suhu 100 derajat Celsius untuk mendidihkan air. Sementara minyak akan mendidih dengan suhu panas 170-180 derajat Celsius.

Padahal, suhu di Indonesia rata-rata berkisar pada 27 derajat Celsius. Karena itu, suhu panas Matahari yang dirasakan manusia di Bumi tidak akan mencapai titik didih tersebut.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Suhu Panas di Indonesia dalam Beberapa Waktu Terakhir

Di sisi lain, Tan mengungkapkan, makanan yang dimasak dengan panas Matahari ini berbahaya jika dimakan manusia.

Bahaya ini timbul karena makanan tersebut tidak matang meskipun berusaha dimasak dalam waktu lama di bawah panas Matahari yang tinggi.

"Makanan gak mateng kan bisa menimbulkan risiko penyakit infeksi, sakit perut, mual muntah, dan lain-lain," jelasnya.

Menurut Tan, risiko ini akan terjadi akibat kandungan bakteri dalam bahan masakan yang tidak mati saat makanan tidak dimasak hingga matang.

Tak hanya itu, dia menegaskan, kandungan gizi dalam makanan tersebut juga tidak bisa diserap dengan baik oleh tubuh.

"Salah satu contoh telur yang tidak matang sempurna masih mengandung anti-nutrien bernama avidin. Avidin membuat telur tidak bisa dicerna dan diserap tubuh," imbuh dia.

Baca juga: Indonesia Alami Cuaca Panas, Berapa Suhu yang Ditoleransi Tubuh?

Tangkapan layar ilustrasi cuaca panas Semarang.X Tangkapan layar ilustrasi cuaca panas Semarang.

Risiko gangguan kesehatan ini dapat muncul sewaktu-waktu usai makan makanan yang tidak matang. Orang dengan perut sensitif akan lebih berpotensi mengalaminya.

Orang yang sering makan makanan tidak matang juga akan mengalami gangguan lebih parah.

"Jika investasi (penularan) bakteri atau kuman tentu bisa memberi gejala langsung, (seperti) mual, muntah, diare," tambahnya.

Tan menambahkan, masakan tersebut juga membuat tubuh tidak bisa menyerap zat gizi dengan baik. Karenanya, berangsur-angsur tubuh akan kekurangan nutrisi.

Baca juga: Viral Percobaan Menggoreng Telur di Bawah Sinar Matahari, Ini Penjelasan Ahli LIPI

Bisa untuk memasak tapi...

Terpisah, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono menyampaikan, memasak di bawah sinar Matahari memang bisa dilakukan.

"Bisa saja dimasak dalam kondisi paparan sinar matahari yang memungkinkan timbulnya panas untuk memasak telur," ujar Agus, dikutip dari Kompas.com (25/10/2019). 

Meski begitu, menurutnya, suhu paparan sinar matahari tidak bisa mencapai titik didih minyak dan air yang lebih panas.

Hal ini membuat butuh waktu lebih lama untuk membuat masakan menjadi matang.

Di sisi lain, sudut paparan sinar Matahari juga memengaruhi proses pemanasan masakan. Sudut sinar yang tepat bisa membuat masakan cepat panas namun berlaku pula sebaliknya.

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin Oktober 2023, Bisakah Dilihat di Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com