Sejak itu, kariernya di bidang militer kian melejit. Kendati demikian, saat PKI mengajukan pembentukan angkatan kelima, Suprapto menolaknya.
Sebagai informasi, angkatan kelima adalah unsur pertahanan keamanan yang digagas PKI. Angkatan ini diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai.
Pada 1 Oktober 1965, Suprapto pun menjadi korban G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya.
Mas Tirtodarmo Haryono atau dikenal dengan MT Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum terjun ke dunia militer, MT Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.
Barulah setelah kemerdekaan Indonesia, ia bergabung bersama TKR dengan pangkat Mayor.
Kepiawaiannya dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional.
Ia kemudian berkutat di Kementerian Pertahanan, bahkan sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Beberapa tahun setelah kemerdekaan, karier MT Haryono terus menanjak, mulai dari menjadi Atase Militer Republik Indonesia untuk Negeri Belanda (1950), hingga Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima AD (1964).
Nahas, pada pergantian 30 September ke 1 Oktober 1965, ia dinyatakan gugur bersama dengan para petinggi TNI AD lain akibat peristiwa G30S.
Baca juga: Sejarah Peristiwa G30S yang Melibatkan PKI dan Pasukan Cakrabirawa
Siswondo Parman atau lebih familiar dengan S Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama.
Lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918, sosoknya lebih berkutat dengan bidang intelijen.
Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen di Kenpei Kasya Butai. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.
Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. S Parman mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.
Namun, pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya. S Parman pun harus gugur dan diberi gelar pahlawan revolusi.
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli, Sumatera Utara.
Pada masa pendudukan Jepang, ia memasuki pendidikan militer Gyugun. Setelah lulus, DI Panjaitan ditempatkan di Pekanbaru, Riau hingga proklamasi kemerdekaan.
Saat Indonesia merdeka, ia ikut membentuk TKR. Mulai dari sana, kariernya di bidang militer semakin cemerlang.
Hingga menjelang akhir hayat, DI Panjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima AD dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.
Namun, jenderal dari Sumatera ini harus tewas dalam peristiwa G30S bersama para Jenderal TNI AD lainnya.
Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, ia menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi, Jakarta.